[ 04 ] ― ❛ Diagnosis si Manis ❜

372 96 315
                                    

Lantunkan; Tulus - Monokrom.

Lantunkan; Tulus - Monokrom

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandung, 08 Desember 2020.

Hari ini, tepat sepekan Sea seringkali merasa nyeri pada perut bagian atas, penglihatannya tak dapat lagi menjangkau jauh, sklera netranya kian menguning, dan berat badannya pun menurun. Akhirnya, ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter dengan paksaan sang Bunda. Dokter yang menanganinya mengatakan bahwa hasil pemeriksaannya akan rampung besok.

Kini, Sea sedang rebah di atas ranjang kecilnya dengan kedua manik netra yang masih terbuka sempurna. Sudah pukul sebelas malam, namun pelupuknya tak kunjung menutup, pikirannya seolah masih ingin berkelana melanglang buana. Ia membuka jendela kamarnya, membiarkan semilir angin malam menemaninya berbincang sebentar, dan ditemani pula dengan bulan purnama yang sedang merengkuh jutaan bintang yang terjaring rapi pada langit malam.

Tiba-tiba benda pipih yang berada di atas nakasnya berdering. Sea meraih ponsel genggam tersebut, ternyata panggilan dari Langit. Untuk apa ia menghubungi Sea larut malam begini?

"Halo?"

"Halo? Ini Sea, 'kan?"

"Iya, terus siapa lagi?" tanya Sea balik.

"Ya ... siapa tahu kuntilanak lagi cosplay jadi kamu," jawab Langit asal.

"Kenapa telepon larut malam kayak gini? Kamu nggak tidur?"

"Nggak mau tidur."

"Lho, kenapa nggak mau? Terus mau begadang, gitu?

"Maunya kamu."

Sea tak menjawab. Ia menahan kedua sudut bibir ranumnya untuk terangkat, meskipun di seberang sana Langit tidak akan tahu bagaimana ekspresi wajah Sea, namun ia tetap memaksa dirinya untuk tidak salah tingkah.

"Kamu jangan begadang, jangan senyam-senyum kayak orang gila, jangan mikirin aku juga," cerocos Langit seolah sudah paham betul dengan tingkah Sea.

"Kenapa nggak boleh mikirin kamu?"

"Nanti kamu tambah sayang," katanya, ia tertawa pelan.

"Kalau gitu, kurangin gantengnya bisa nggak?"

"Bu, kata Chelsea gantengnya Langit bisa dikurangin nggak?" lapor Langit sembari sedikit berteriak.

"Ih, dasar tukang ngadu!" Sea berdecak.

Terdengar lagi suara kekehan dari seberang sana. Sea sangat candu mendengar suara tawa Langit yang terdengar begitu merdu dibandingkan kicau-kicau burung gereja di pagi buta.

Langit & LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang