Epilog

6.2K 485 217
                                    


Sebulan setelah peristiwa di desa Muara Tapah, akhirnya istri berhasil kuantar pulang ke Jawa, ke tempat orang tuanya di Kaliangkrik, Magelang.

Sebagai calon PNS yang masih dalam masa percobaan, seharusnya aku tidak bisa mendapatkan ijin untuk meninggalkan tempat tugas.

Tapi berkat bantuan pak Kasno, aku bisa mendapat memo dari Bupati, sehingga orang dinas pun tak bisa mengelak.

Aku berjanji akan kembali lagi ke Jawa sebelum istriku melahirkan. Dan istriku juga akan kembali ikut denganku, merantau di Kalimantan, setelah anak kami lahir.

Setelah mendarat dari Jawa, aku singgah dulu di kota Palangkaraya
untuk bertemu kawan lama sebelum kembali ke Muara Tapah.

Sore itu, kami nongkrong di sebuah cafe di tepi sungai, dekat jembatan Kahayan.

Kawanku inilah yang membantuku dulu ketika proses pendaftaran hingga tes CPNS di Kalimantan.

Aku kenal dengannya ketika dulu kami sama-sama aktif di salah UKM di kampus, sebuah kampus negeri bagi calon guru yang ada di jalan Gejayan, Jogjakarta.

Kawanku ini merupakan penduduk asli Kalimantan yang saat ini bekerja di kabupaten lain. Kepadanyalah kututurkan semua cerita, hanya sekedar curhat tentang apa yang kualami.

"Wah...ngeri juga pengalamanmu bro. Kayaknya menarik kalau dibikin cerita. Gimana ?"

Aku terdiam, memikirkan baik buruknya. Karena bagaimanapun juga, rasanya takkan ada yang percaya.

"Emangnya kamu bisa nulis? " tanyaku ragu.

"Kucoba dulu, siapa tahu bagus. Sungguh sayang sekali, kalau desa paling seram di negeri ini gak ada yang tahu. Apalagi, desa itu masih eksis sampai sekarang.

Tapi nama desa, nama tokoh dan beberapa detail lain kusamarkan. Takut ada pihak yang tersinggung atau tidak terima.

Terus ada satu lagi, akan kutambahkan beberapa bumbu, agar ceritanya ngalir dan ada alurnya. Dan yang penting, supaya yang baca gak bisa bedain apakah ini nyata atau hanya sekedar fiksi. Seperti film Titanic. Bagaimana ?"

"Maksudnya ?" Aku tidak mengerti maksud kawan yang duduk di depanku ini.

"Jack dan Rose adalah tokoh fiktif. Tapi tenggelamnya kapal Titanic adalah fakta." jelas kawanku lagi.

Aku mengangguk setuju.

"Oke, terserah kamu sajalah" balasku cepat.

"Kenapa kamu gak main ke desa itu saja sekalian. Biar dapat info lebih banyak."

Kawanku tampak termenung, lalu menyeruput kopi hitam di depannya.

" Jujur saja, aku walau asli Kalimantan, tapi belum pernah ketemu desa seperti yang kamu
sampaikan. Aku gak pernah tahu ada desa semengerikan itu, kalau kamu tidak cerita.

Yeah...walau desa yang kamu sebut itu sangat gampang dicari. Asal tahu nama kecamatannya saja, pasti ketemu. Tapi kayaknya aku gak mau kesana, gak mau cari perkara."

Obrolan kami terhenti, ketika pesan WA dari istriku masuk ke handphoneku.

"Ada apa ?" tanya kawanku bingung. Dahinya mengernyit karena penasaran.

"Ini dari bojoku. WAnya agak aneh sih. Mungkin dia masih trauma setelah kejadian di Muara Tapah." balasku sambil membaca WA dari istri.

" Memangnya, apa isi WA istrimu?"

"Dia bilang, penduduk desanya geger. Tiga bayi meninggal tak wajar, dan seorang ibu hamil keguguran. Katanya, sebelum ibu itu keguguran, dia sempat melihat ada cahaya seperti bola api yang mengitari rumahnya. Ibu hamil itu ketakutan dan sembunyi dalam kamar. Kebetulan, suaminya tidak ada di rumah, karena ada hajatan di desa tetangga.

Ibu hamil tadi kemudian melihat kepala yang melayang dengan isi perutnya, mengintip dari jendela. Ibu hamil itu lalu pingsan. Ketika sadar, perutnya sudah kempes dan kandungannya raib entah kemana."

Kuntunjukkan isi pesan WA istri kepada kawanku itu. Ia tampak termenung di tempat duduknya, seperti sedang berpikir.

Setelah itu, ia menatapku tajam sambil tersenyum penuh arti.

Tamat



Jangan lupa tinggalin vote, komen dan bantu share  yak. 😁

Kuyang ( Sudah Terbit ) Where stories live. Discover now