Bab 11 : Tambi Nyai

5K 433 17
                                    


Rasanya baru saja aku terlelap, lalu tiba-tiba saja aku terbangun tanpa sebab. Mungkin karena suara burung hantu yang terus mengganggu. Bisa juga karena suara jangkrik yang berisik. Dengan masih dibalut kantuk, tanganku mencari-cari hp di dekat tas punggung yang kujadikan bantal.
Setelah ketemu, kuraih benda itu dalam genggaman.

Layarnya menunjukan pukul 22.40, sedangkan sinyal masih kosong. Kulihat istriku sudah terbuai dalam mimpi. Tubuhnya mengkerut seperti udang karena cuaca yang dingin. Gelang rotan di tangan kirinya rupanya lupa ia lepaskan. Kubenarkan sarung yang menutup tubuhnya, lalu aku kembali menutup mata.

10 menit berlalu, namun usahaku untuk kembali tertidur semakin sia-sia. Kubalikan tubuh kekiri dan kekanan untuk mencari posisi nyaman, tapi tetap tidak membuahkan hasil. Semakin kucoba, semakin mataku tidak bisa terpejam. Mungkin belum baca doa mau tidur, ujarku dalam hati. Aku kemudian membaca doa yang sudah kuhafalkan sejak SD. Kupeluk istri yang membelakangiku dan kuatur tarikan nafas agar kantuk segera menyerang.

Lalu kemudian, suara burung hantu dan serangga malam berhenti seketika. Hanya ada sunyi dan hening malam.

Aneh, kenapa suara ribut binatang tiba-tiba hilang?

Aku tidak mau risau, kembali kupejamkan mata.

Baru saja kantuk menyerang, samar-samar terdengar suara di teras rumah. Seperti suara papan yang kena injak sesuatu.

..tap...tap..tap...

Aku kaget dan segera duduk agar bisa mendengar lebih jelas. Suara langkah itu kadang menjauh, kadang mendekat. Kupasang telinga baik-baik untuk memastikan. Nafas kuatur sepelan mungkin agar tidak terdengar dari luar.

...tap...tap..tap...

Jantungku rasanya mau copot. Benar saja, itu suara langkah kaki. Suara langkah itu seperti orang atau sesuatu berjalan mondar mandir. Kadang berhenti, kadang berjalan. Suara itu mendekat dan terus mendekat, lalu menjauh lagi. Bulu kudukku mulai merinding dan tanganku berkeringat. Suara tapak kaki kembali terdengar lalu berhenti di depan pintu rumah dinas paling ujung, rumah pak Tingen. Hening...

Siapa yang malam-malam begini mondar mandi di depan rumah kami? Apakah pencuri atau orang yang berniat jahat? Apakah pak Kasno? Tapi untuk apa dia mondar mandir di tengah malam buta?

...tap...tap...tap...

Suara langkah itu kembali terdengar. Dan kini suaranya semakin mendekat. Setiap satu langkah, disitulah aku menahan nafas. Darahku terasa mengalir lebih cepat, dan degub jantung semakin kencang.

Kemudian...

..tok...tok..tok..

Ada ketukan di pintu. Suaranya berulang-ulang. Namun aku takut kalau yang mengetuk itu hantu. Aku tidak menghiraukan dan pura-pura tidur.

..tok...tok..tok...

Ternyata dia tidak pergi, malah suara ketukan semakin kencang. Suara ketukannya semakin cepat dan tidak beraturan. Kaca jendela di dalam kamar ikut bergetar.

Dan entah kenapa, pak Kasno di sebelah tidak terbangun. Atau, ia juga pura-pura tidur?

...tok...tok..tok...

Suara ketukan terakhir teramat keras, seperti dipukul dengan benda tumpul.
Saking kerasnya, istriku terbangun dari tidur.

...sstt...

Aku memberi kode dengan jari telunjuk di mulut, agar ia tidak bersuara. Istriku memandang wajahku dengan heran. Suara ketukan kembali terdengar, istriku mengigit bibirnya.

Kuyang ( Sudah Terbit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang