Sarah pun keluar dari kamar dan tak lama kemudian ada Fadli yang berdiri di ambang pintu.

"Ummi," panggil Fadli menghampirinya sambil memeluk pinggangnya.

"Fadli kenapa?" Hanna mengelus rambut purtanya itu.

"Fadli ngantuk. Malam ini Fadli tidur sama Ummi yah.."

Hanna melirik ranjangnya, ada Maryam di atasnya. "Ayo kita tidur di kamar Fadli.."

Fadli menggeleng. "Di sini aja."

Hanna pun mengangguk. Hanna mengangkat tubuh Fadli, ternyata sekarang badan Fadli sudah mulai memberat. Hanna membaringkan Fadli di samping Maryam. "Jangan berisik yah.." bisik Hanna.

Fadli mengangguk menurut.

Hanna duduk di samping Fadli dan mengangkat kakinya ke atas ranjang. Dia mengusap kepala Fadli. "Baca do'a dulu sayang. Bismika Allahumma Ahya Wabismika Amut.." kata Hanna dikuti Fadli.

"Ummi," lirih Fadli.

"Hmm?" Sahut Hanna.

"Tante Wida baik yah, kayak Tante Tia," kata Fadli.

Hanna terdiam ketika mendengarnya. "Iya.." dia sedikit tak suka ketika Fadli menyebut Wida dan Tia. "Tidur sayang, tutup matanya.." perintahnya sambil mengelus mata Fadli untuk tidur.

Tak lama kemudian putra sulungnya itu tertidur. Hanna mengecup kening anaknya itu.

______

Mobil Jinata berhenti di perkarangan rumah orang tuanya. Pria itu langsung keluar dari mobil dan melangkah untuk masuk ke dalam rumah. Rumah tak terkunci. Suasana rumah sudah sepi.

Jinata pintu kamarnya dan mendapatkan istri dan anak-anaknya sudah tertidur pulas di atas ranjang. Dia tersenyum kecil melihatnya. Pria itu menyelimuti tubuh istrinya dan Fadli. Lalu memindahkan Maryam ke dalam box bayi yang tepat di samping ranjang. Setelahnya, Jinata masuk ke kamar mandi.

Setelah mandi, Jinata membaringkan tubuhnya di samping Fadli dan tangannya menggenggam tangan Hanna.

____

Suara tangisan mengganggu tidur Jinata. Mata pria itu sedikit terbuka dan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu. Jinata membalikkan tubuhnya dan melihat ada Hanna yang sedang duduk di sampingnya sambil mencoba menyusui Maryam. "Ummi.." paraunya.

Jinata duduk dan sedikit menggelengkan kepalanya karena merasa pusing. Lalu menyentuh kepala Maryam. "Dari tadi nangisnya?" Tanyanya pada Hanna.

Hanna sedikit mengangguk.

"Kayaknya di laper. Kalau gitu aku akan bangunin Wida dulu.." Jinata turun dari ranjangnya, namun Hanna menahan tangannya.

"Jangan bangunin Wida. Aku bisa menyusui Maryam, bi.." tegas Hanna.

Jinata sedikit tersenyum, karena Hanna masih mau mencoba untuk menyusui anak mereka. Karena sebelumnya Hanna bilang, dia tak mau untuk mencoba lagi menyusui Maryam. "Ya.."

Pria itu duduk di samping Hanna. Dia mengelus rambut putrinya itu. Mencoba membantu untuk menenangkannya.

Terlihat ukiran senyuman pada bibir istrinya ketika Maryam mau menyedot ASI dari istrinya itu. Tak lama bayi mungil itu langsung tertidur. Hanna langsung menyimpan Maryam di dalam box bayi.

Jinata memeluk Hanna dari belakang. "Kamu berhasil Ummi.." bisiknya.

Hanna melepaskan tangan Jinata dari pinggangnya. Lalu berbalik menghadap pria itu. Mata Hanna menatap sang suami, membuat Jinata sedikit menyeritkan dahinya.

"Kenapa?"

"Karena aku sudah berhasil. Berarti besok Wida akan pergi dari rumah ini, kan?" Tanya Hanna tiba-tiba.

"Apa?"

"Wida, dia bisa pergi, bi.. Maryam sudah gak butuh dia lagi," jelas Hanna.

"Ummi. Gak enak kalau kita mengusir dia.."

"Aku gak ngusir kok!" Nada suara Hanna meninggi. Wanita itu melangkah dan langsung berbaring di samping Fadli.

Jinata menghela nafasnya dan melangkah mendekati istrinya itu. "Mamah yang nyuruh Wida tinggal di sini, bukan aku.." ujarnya.

"Aku tahu Abi senang ada wanita cantik di sini.." sindir Hanna.

"Hanna!"

Hanna membuka matanya. "Bisakah Abi tidak mengganggu? Aku mau tidur," dingin Hanna sambil membelakangi suaminya.

Jinata yang kesal langsung beranjak dari ranjang.

"Abi mau ke mana?" Tanya Hanna.

"Mau shalat tahajud dan kembali berdo'a agar istriku tidak curiga dan menuduhku lagi," jawab Jinata membalas sindiran Hanna tadi.

"Aku gak curiga dan gak nuduh," bantah Hanna.

"Benarkah? Kalau nggak.. berarti Ummi cemburu dengan Wida?"

Hanna terdiam sejenak. "Gak. Untuk apa cemburu.."

"Ya sudah. Terus kenapa kamu bersikap seperti ini?"

"Ishh.. masih dini hari sudah ngajak ribut."

Jinata tertegun dan mengedipkan matanya. Bukankah Hanna yang memulainya? Jinata baru tersadar, kalau emosi istrinya itu sedang tidak stabil. Oke, dia harus mengerti itu.

"Ya.. terserah Ummi saja. Aku mau shalat dulu," kata Jinata dengan tenang.

_____


.

Ceritanya gak rame yahh.. ?? 😔 aku tau kok.. pasti pada nggak mau baca lanjutannya lagi kan? .. hehe.. ya udah gak papa.. 🙂🙂 terima kasih sudah mau baca ceritanya dari awal sampai part ini. Apalagi yang vote sama comment. Makasih banget...

HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale) Место, где живут истории. Откройте их для себя