03. Pergi

29 7 92
                                    

"Ayah, tumben jam segini udah pulang?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ayah, tumben jam segini udah pulang?"

Pertanyaan itu terlontar dari bibir mungil nan ranum milik Fasla, ia menatap Johan--ayahnya--yang tengah bersandar di sofa ruang tamu dan bergeming tak mengindahkannya. Sepertinya Johan enggan membalas ucapannya.

Fasla yang sedari tadi berdiri di dekat pintu beranjak mendekati Johan, berhenti tepat di samping sofa di mana ayahnya berada. Dengan seragam putih abu dan tas berwarna army yang masih melekat di tubuhnya, Fasla bertanya, "Ayah udah makan? Mau Fasla masakin?" tawarnya dengan senyum yang mengembang. Namun, sama saja tak ada balasan, hanya terdengar suara keyboard dari laptop yang sedang digunakan oleh Johan.

"Ayah mau aku buatkan kopi?" Tawarnya lagi.

"Atau mau Fasla pijitin?" Tangan Fasla mendarat di lengan Johan bermaksud untuk memijatnya. Namun, secepatnya Johan menghempas tangan mungil putrinya itu.

Johan sontak berdiri tepat di hadapan Fasla sembari berteriak, "BISA DIAM TIDAK?!"

Kalimat itu sukses membuat Fasla menarik langkahnya ke belakang sembari menatap alas yang tengah ia pijak, jemarinya meremas rok abu yang masih melekat di tubuhnya. Satu bulir cairan bening dari pelupuk matanya turut terjatuh membanjiri lantai.

"Fasla cuma-"

"DIAM!" bentaknya lagi.

Padahal Fasla tahu, jika ia banyak berbicara pasti hanya akan mengundang amarah sang ayah. "Tapi Fasla cuma tawarin ayah sesuatu," sanggah Fasla tak menatap wajah Johan yang tengah kesal.

"SAYA TIDAK PERLU!"

Gadis itu mendongak, memperlihatkan wajahnya yang masih terdapat sisa aliran air mata. Pandangan keduanya bertemu. "Fasla cuma mau deket sama Ayah, kenapa selalu salah?"

"DIAM! Masuk kamar!" Perintahnya sembari menunjuk ke lantai atas mengisyaratkan Fasla supaya cepat pergi dari hadapannya.

"Di mana salahnya aku?" ucap Fasla lagi.

"Saya bilang ma-"

"Ayah! Fasla juga punya hati dan Fasla gak suka Ayah seperti ini!" ucap Fasla melawan perkataan Johan.

"MASUK!"

Dengan langkah sedikit kesal, Fasla berjalan menjauh dari ruang tamu. Mengalihkan tujuannya ke halaman samping rumah yang cukup luas, di sanalah salah satu tempat ternyaman untuk menenangkan dirinya.

Gadis itu duduk di atas rerumputan yang tengah menari bebas lantaran terpaan angin. Tas sekolah yang sedari tadi masih berada di pundaknya, ia letakkan di samping. Pikirannya berkecamuk, selalu bertanya, mengapa takdir membawanya sampai di titik ini. Mengapa harus dirinya yang menjadi anak dari Johan jika ia tak pernah diberi hak selayaknya anak lain. Hatinya pun selalu bertanya, apa salahnya dan untuk apa ia dilahirkan?

Last StoryWhere stories live. Discover now