XXIV

155 30 2
                                    

Hari-hari berikutnya berlalu begitu cepat. Ketegangan menyelimuti kastil dan udara terasa bersat, sehingga untuk bernapas pun terasa menyakitkan. Harry dan Dylan menghabiskan sebagian besar waktu mereka di ruang olahraga. Mereka berlatih sangat keras sampai-sampai Cyro bisa mendengar suara pedang yang saling berbenturan menggema di segenap penjuru kastil.

Cyro berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengganggu latihan yang sedang mereka jalani. Itulah kenapa ia menghabiskan waktu di perpustakaan yang berada di lantai yang sama kamar tempat Cyro tidur. Bosan karena ia tidak bisa menghubungi kantor surat kabar tempatnya bekerja—Harry tidak mengizinkan Cyro untuk memberitahu siapapun mengenai keberadaannya saat ini—Cyro mulai menuangkan kejenuhannya di dalam tulisan-tulisan fiksi untuk menyusun buku karangan yang diam-diam menjadi salah satu impian terpendam di hidupnya.

Sayangnya, tidak mudah bagi Cyro untuk tetap berkonsentrasi sepanjang waktu. Sebab ia terus-menerus memikirkan pertarungan yang tak terhindarkan dengan makhluk buruannya yang Cyro yakin akan segera terjadi. Makhluk itu masih berkeliaran di luar sana. Cyro memang tidak bisa merasakan keberadaan mereka, tapi ia yakin kalau mereka ada di luar sana, bersenang-senang dengan darah yang mengotori tangan mereka seperti yang Harry selalu katakan.

Ketika Harry sedang tidak berlatih, dia akan pergi untuk melacak jejak energi yang ditinggalkan oleh salah satu buruannya. Setiap kali Harry kembali dari perburuannya yang gagal itu, Cyro merasakan kekecewaan pria itu memenuhi ruangan. Perasaan kecewa itu sangat kentara di kastil ini.

Ikatan di antara mereka tumbuh dan menguat beberapa hari belakangan. Saat tengah malam ketika Harry mendatangi kamar Cyro, percintaan mereka begitu agresif, tapi lembut pada saat yang bersamaan. Harry seolah ingin memusnahkan ingatan Cyro mengenai malam ketika salah satu makhluk buruannya mengambil alih pikiran Harry.

Cyro bisa saja memberitahu Harry bahwa tindakan itu tidak diperlukan. Hanya saja pria keras kepala itu tidak akan mempercayainya.

Cyro duduk dengan kaki terlipat di kursi sofa panjang yang ada di perpustakaan. Ia meletakkan buku yang belum sempat ia baca habis di atas pangkuannya dan menatap ke luar jendela untuk memandang taman yang terawat rapi. Bahkan beberapa semak berbunga, perdu, rumput-rumput terawat dan terpotong rapi seperti lapangan golf papan atas.

Segala hal yang menyangkut tempat ini sangat ajaib dan menakjubkan bak dongeng.

Bahkan pangeran kegelapan yang menyebut tempat ini sebagai rumah juga tak kalah ajaibnya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Cyro menoleh, menyunggingkan senyum yang dipaksaan ketika Harry memasuki ruangan.

"Maksudmu kau tidak bisa mengintip isi pikiranku?"

"Aku bisa saja melakukannya, tapi aku tidak mau." Harry mengangkat bahu, "Tapi kalau kau menginginkannya, maka akan kulakukan." imbuhnya.

Ia lalu berjalan menuju mini bar di sisi lain ruangan untuk mengambil sebuah botol kristal berisi cairan kecoklatan. Harry menuangkan brandy itu ke dalam gelas kristal berisi es batu, meletakkan botol kristal di atas meja, dan menyesap minuman yang ada di tangannya itu.

"Apa yang kau maksud dengan pangeran kegelapan?"

Cyro terkikik pelan. Pria ini memang sulit untuk berubah. Cyro sendiri sudah lupa seperti apa rasanya memiliki pikiran hanya untuk dirinya sendiri.

"Aku bisa mengajarimu membangun penghalang untuk menjaga privasimu dengan lebih baik." tawar Harry sambil berjalan ke seberang ruangan dan duduk di samping meja cocktail di depan Cyro.

Cyro menatap Harry dan menangkap kesedihan yang sekilas terpancar di mata pria itu sebelum sempat disembunyikan olehnya.

"Tidak perlu." jawab Cyro pelan, "Tidak akan ada gunanya kan? Saat makhluk itu ditangkap, kita akan berpisah dan kau akan meninggalkanku."

Immortal [Revised Version] [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang