18.Pemberhentian ketiga

44 18 8
                                    

Ji-Han melangkah cepat menuju toilet dan langsung membukanya dengan terburu dengan berdiri tepat didepan cermin.

Terus saja merasa bodoh karena hampir setiap hari ia akan memandang wajah lemahnya yang selalu tampak tidak baik baik saja.

Tangan itu terangkat pelan dan jemarinya menyusuri wajah putih yang tampak pucat dengan goresan dan memar yang tampak sedikit lebam dibawah pipi kanan dan disudut bibirnya.

Mengeluarkan sedikit ringisan saat jari telunjuknya dengan sengaja agak menekan luka itu,mencoba biasa namun tetap saja terasa sakit meski ini bukan yang pertama.

Lebam itu karena ulah Aera yang kembali mempermasalahkan soal tugasnya yang selalu ia serahkan kepada Ji-Han dan tentu tak ingin ambil pusing tentang ia yang berada diatas tingkat orang itu.

Dengan mudahnya mereka menyakiti.
Padahal dengan susah payah kedua orang tuanya merawat dan juga usaha Ji-Han sendiri yang menjaga agar tak terluka maupun sakit.

Namun dengan ringannya tangan tangan itu menyakiti dengan meninggalkan bekas yang sangat ketara diwajah bahkan beberapa bagian tubuhnya.

Terkadang bukan tanpa alasan ia menyembunyikan ini semua dengan cream jika berada dirumah karena sekali lagi ia tak ingin membuat orang tuanya kecewa.

Dengan kasar ia merapikan seragam sekolahnya dan melepaskan dasi pitanya yang terlihat basah akibat minuman Aera tadi.

Untung saja ia membawa hoodie demi menyembunyikan seberapa kotor dirinya.

Segera bergegas keluar setelah merasa tak terlalu memprihatinkan dan mengambil jalan agak cepat mengingat bahwa ia yang selalu pulang bersama kakak tingkatnya dan ia yakin Heeseung telah sedikit gusar menunggunya.

Benar saja ketika perempuan itu sedikit lagi mencapai gerbang ia melihat seseorang yang sedang tegak berdiri dengan punggung yang menyandar di sisi sana.

Heeseung–lelaki itu tampak sedikit melihat kesana kemari dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celana panjangnya.

Kabel putih kecil yang terhubung di ponselnya tampak masih setia dikedua telinga yang tampak sedikit memerah itu.

Langsung saja Ji-Han menghampiri dengan wajah yang terlihat tidak enak karena semenjak Heeseung memutuskan naik bus dan mengajaknya untuk selalu bersama lelaki itu menjadi sering menunggu atau bahkan pergi sendirian karena Ji-Han yang tak ingin Heeseung terlibat pada Aera.

"Kenapa?"

Melihat kehadiran sosok yang menjadi alasannya tetap disini walau para siswa telah membubarkan diri membuat Heeseung melepas salah satu headseat nya dan langsung menatap si wanita.

"Maaf kak tadi ada urusan."  Ji-Han lebih memilih berbohong dibanding harus di introgasi dan berujung Heeseung yang akan mengoceh mengenai kelemahan dirinya.

Kini keduanya telah keluar gerbang setelah memberikan salam kepada satpam yang berjaga dan melihat Heeseung telah berdiri sedikit lama disana.

"Dengan?" Tanya Heeseung dengan alis yang sedikit terangkat.

Perempuan itu terdiam selama beberapa detik–memikirkan jawaban yang tepat untuk berbohong kepada anak osis.

" Guru." Ia berucap lirih,enggan menatap kedua mata Heeseung.

Perempuan itu tahu tak seharusnya ia banyak mencari alasan dan berujung banyak berbohong kepada Pria baik seperti Heeseung.

Namun kembali sadar bahwa semua yang terjadi bukan urusan lelaki itu terlebih lagi Ji-Han tak ingin Heeseung mengaggapnya merepotkan meskipun sudah tak dapat terhitung pertanyaan kekhawatiran selalu terucap dari Heeseung sendiri.

Langkah kaki mereka terus berpacu dalam diam.Menikmati udara kering yang berkombinasi dengan pikiran masing masing.

Angin berhembus membawa sunyi yang tercipta antara keduanya,menyisakan pandangan yang berlabuh menatap lurus terkadang menunduk.

Mungkin keduanya tengah memikirkan sesuatu yang berbeda,tak ada topik yang tepat demi menghidupkan suasana.

Namun bagi Ji-Han baik Heeseung suasana seperti ini sangatlah menyenangkan.
Meski seperi kosong namun percayalah bahwa ini membawa damai dibalik lelahnya sekolah dan hiruk pikuk kota yang tak pernah tidur.

Tiupan angin membawa mereka terus menghirup napas dengan senyuman tipis tanda menikmati.

Langkah Heeseung melambat lebih santai membuat Ji-Han berhenti dan ikut melambatkan gerak demi tetap berada disebelah Pria bertubuh tinggi itu.

Laki laki itu menoleh menatap Perempuan yang hanya diam dengan tatapan lurus sembari kedua tangan yang memegangi kedua tali tasnya.

" Jungwon pernah ketempatmu?" Ucap Heeseung dengan pelan dan nada yang tampak semangat.

" Pernah." Perempuan itu menjawab apa adanya bersamaan dengan anggukan kecil.

"Kalian sedekat itu?" Jujur Heeseung penasaran dengan kedekatan Ji-Han dan anak bersurai hitam kemarin.

Ji-Han tersenyum kecil mengingat Jungwon.
Bisa dikatakan ia dekat dengan anak itu karena Jungwon lah yang pintar dalam membaca keadaan dan menghidupkan sepi.

Terhitung baru beberapa minggu ini ia kenal Jungwon dan tentunya dengan pertemuan yang jarang dan singkat.

" Seperti yang kakak lihat."

Heeseung terkekeh dan langsung mendudukkan diri dalam bus karena bus yang datang bertepatan dengan keduanya yang baru saja menghampiri halte.

" Kakak juga ingin kesana." Heeseung kembali berujar setelah mereka menemukan tempat duduk sejajar karena bus yang tampak sepi tidak padat seperti biasanya.

Ji-Han sedikit terkejut dengan ucapan lelaki itu,bukan apa ia hanya tak ingin Heeseung tidak diterima baik jika bertemu dengan ibu.

Jungwon saja hanya dua kali singgah kerumahnya dan sangat beruntung karena ibunya tidak ada dirumah.

Akhir-akhir ini memang sang ibu sering keluar rumah bersama bibi yang selalu mengajaknya dan memperlakukan ibu dengan baik.

Melihat Ji-Han yang terdiam membuat Heeseung menatap perempuan itu dan membuka suara.

" Kenapa?tidak boleh?"Heeseung berkata dengan nada yang membuat Ji-Han merasa tidak enak–takut Heeseung salah menangkap.

Dengan cepat Ji-Han menjawab dengan anggukan semangat agar Heeseung kembali tersenyum.

" Tidak masalah,aku senang."

Mendengar jawaban itu membuat Heeseung tertawa dan mengusak kepala Ji-Han pelan.

Dia memang serius dalam bertanya namun ia merasa lucu saat perempuan itu menjawab cepat seperti takut ia salah tanggap.

Kini mereka kembali diam menikmati suasana bus yang tampak sedikit ramai serelah melewati pemberhentian.

Heeseung mengetukkan jemarinya dikaca jendela sembari bernyanyi pelan dengan tatapan yang terus memandang susunan kota seiring bus yang berjalan dengan pelan seolah mengerti bahwa suasana sore sangat indah.

Melihat pergerakan Heeseung mengingatkannya akan Jungwon yang juga sama seperti lelaki itu saat pernah bersamanya pulang.

Beberapa hari ini Jungwon tak akan datang karena Jungwon sendiri yang mengatakan bahwa minggu ini ia sibuk dengan segala tugas sekolah dan juga latihannya.

Padahal Jungwon telah membuat rencana untuk makan sembari jalan jalan sore ini.

Lamunannya berhenti saat Heeseung berdiri tanda bus tengah berhenti.

" Kapan kapan kakak main."Heeseung mengatakan itu kemudian melangkah turun dari bus setelah mendapat senyum serta anggukan Ji-Han.

Ji-Han membalas lambaian Heeseung yang masih berdiri dihalte dengan senyuman merekah–sangat nyaman dan indah bersanding dengan suasana sore.

Kini transportasi itu kembali bergerak meninggalkan pemberhentian ketiga dan menuju halte berikutnya.

_____Sim J

Realizing of love // Park Sunghoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang