4.Pemuda malam

130 80 31
                                    


Ji-Han melangkahkan kakinya dikedinginan malam bulan september yang membuatnya memeluk diri sendiri dan memberikan sedikit kehangatan dengan mengusap usap kedua lengannya.

Ini sudah sangat larut,ia pergi dari rumah saja sudah sangat malam–Pukul Sepuluh.Entah lebih atau kurang ,ia hanya menebak nebak karena sebelum ia keluar ia sempat melihat jam.Ponselnya tertinggal,ia pergi tanpa membawa apapun kecuali seragam sekolah dan juga ransel biru seperti biasa.

Ji-Han tersenyum hambar dengan kaki yang tak henti melangkah menikmati hembusan angin yang terasa menyejukkan namun menyakitkan diwaktu yang bertabrakan.
Rasanya sudah cukup bosan ia menangis.
Namun,siapa yang bisa menahan emosi jika seperti ini?

Awalnya Ji-Han yang beranjak remaja sangat terkejut dan tidak terima saat Ibunya mulai bersikap aneh dan selalu membuat dirinya selalu merasa terkekang dan sedih.
Terkadang ia sangat senang jika datang ibunya yang sangat sayang dan perhatian terhadapnya meski hanya tentang film kesukaan dan aktivitasnya sehari hari.
Tetapi saat seperti inilah yang membuatnya semakin rapuh.

Di malam yang menggigit ini ibunya tiba tiba saja membanting pintu kamarnya yang baru saja ingin memejamkan mata karena lelah setelah selesai mengerjakan tugas untuk besok.
Tiba tiba saja ibunya berteriak marah memaksa untuk melihat jam dan bersiap untuk sekolah.

" Sejak kapan kau menjadi pemalas.. ?!
Nanti apa yang akan Mama bilang jika Papa menanyakanmu hah.?PAPA TIDAK SUKA ANAK PEMALAS ...!!!."

Percuma ingin Ji-Han membuka jendela dan menunjukkan bahwa langit gelap dan masih lama memunculkan sinar mentari.

Jika ia menolak ibunya akan menangis.
Ia tidak ingin itu terjadi.
Jadi tanpa protes dan bantahan,Ji-Han langsung memakai seragam ,tas,dan sepatunya lalu langsung pergi meninggalkan rumah dan langsung disambut dengan pekatnya malam.

Dan sialnya lagi ponselnya tertinggal.

Kini ia hanya melangkah tanpa arah,padahal niat awalnya ia hanya ingin sedikit menjauh dari rumahnya dan menunggu sampai kira kira ibunya tertidur.
Tapi kini langkahnya lah yang membawanya terus berjalan tak tentu arah.

Kendaraan tidak terlalu ramai dan berisik.
Sedikit–lengang dengan lampu lampu dari rumah yang terlihat damai.
Ingin rasanya kembali dimasa saat ia diperlakukan selayaknya anak di keluarganya.

Ia melangkah berputar arah dan kembali melewati jalan yang baru saja ia lewati.
Dirinya hanya tak ingin dianggap orang gila yang berkeliaran malam malam dan yang parahnya menggunakan seragam sekolah.

" Kira kira mama sudah tidur belum ya?."
Ji-Han begumam lirih,jujur kakinya sudah sakit dan terasa dingin karena keadaannya kini yang hanya memakai rok sekolah diatas lutut--beruntung kaos kaki panjang masih menjadi penyelamatnya.

" Aku capek ma."

Kini ia menendang kasar kerikil dan berhenti didepan tempat penjual cokelat hangat.

Tidak–bukan tepat dihadapannya namun disebrang jalan.

Ia langsung merogoh saku dan membuka tasnya,namun tak ada uang sama sekali.

Ji-Han memasukkan semua uangnya pagi tadi,dan sekarang hanya untuk se cup minuman hangat saja tidak bisa.

"Kak."

Ji-Han berbalik menghadap kearah sosok yang tadi menepuk pelan pundaknya.

"Iya?"











" Terima kasih kak. Kapan kapan bertemu lagi ." Anak laki laki itu tersenyum dan mengusap lengannya.

Ji-Han mengangguk .
" Hanya bertanya alamat."

Anak itu tampak melihat Ji-Han dari atas dan sedikit mengernyit.

"Eh,nama kakak?" Dengan alis yang mengangkat lucu serta mulut yang terbuka kecil.

" Ji-Han." Pelannya yang dibalas anggukan lalu anak itu langsung mengulurkan tangannya mengajak berjabat.

"Aku Jungwon kak,hmm kenapa kakak masih pakai seragam sekolah?" Ji-Han sedikit gelagapan dan melihat kesana kemari mencari suatu alasan yang tepat.

" Kakak tersesat? " Tampak pemuda yang lebih muda darinya itu tertawa dengan lesung pipi manisnya.

" Baiklah tidak perlu dijawab,duduk dulu, tidak capek berdiri terus... hmm.. disana ya ."

Ji-Han melihat arah telunjuk pemuda putih itu.




" Terima kasih Jungwon."

Jungwon tersenyum sambil memutar mutar cup cokelatnya dan mengangguk anggukkan kepalanya yang terlihat lucu dengan poni hitamnya.

" Tukaran sama informasi alamat kak."

" Lalu? "

Jungwon tampak kembali menurunkan cokelatnya dan menatap Ji-Han sambil meluruskan bibirnya dan menegetuk ngetukkan jari telunjuk dipelipisnya.

" Mmm...Besok saja aku kesana,sudah gelap  Males."

Setelah diam dalam keheningan masing masing Ji-Han menatap Jungwon yang hanya melamun dengan mata yang sedikit redup.

" Sebentar lagi aku dijemput ,tungguin aku ya kak." Perempuan dengan kuncir kuda itu mengangguk lembut dan tak lupa tersenyum.

" Tidak dicari?, ini sudah jam..." Jungwon tampak menjeda ucapannya dan melirik kearah jam tangannya.

" hampir jam dua belas kak."

Ji-Han hanya diam memikirkan tentang rumahnya.
Apakah ibunya sudah terlelap?
Jujur ia sudah lelah dan mengantuk.

" Handphone kakak ketinggalan." Entah jawaban apa yang ia berikan namun ia berharap Jungwon mampu menangkap maksud dari ucapannya.

" Mau nelpon? "

Ji-Han menggelengkan kepalanya dan kembali meminum cokelatnya.

" Eh , kakak suka cokelat ya? "

" Kenapa? "

Jungwon langsung berdiri dan merapikan kemeja biru lautnya.

Ji-Han mengalihkan tatapannya dan melihat kearah pandang Jungwon sebelumnya.

Terlihat mobil silver yang berhenti didepan mereka.Mobil itu hanya diam tanpa membuka kaca maupun turun menjemput Jungwon.

" Aku duluan ya...sampai nanti dan selamat malam kak."

Ji-Han melambai membalas lambaian tangan Jungwon yang mengibas diudara.

Ji-Han hanya menatap kepergian Jungwon yang tampak terburu buru melangkah dan membuka pintu mobilnya.

Aneh pikirnya.
Jungwon sangat aneh dengan menanyakan alamat dan mentraktirnya minuman hangat.

Beruntung ia bertemu Jungwon hari ini.
Setidaknya ia bisa mengistirahatkan tubuh dan menghangatkan badan dengan cokelat hangat pemberian Jungwon.

Setelah sekali lagi menyesap minumannya,Ji-Han mengamati jalan sekitar yang semakin lama semakin menunjukkan kesunyian yang nyata,Ji-Han memutuskan untuk beranjak dari sana dan ingin berjalan pulang.

Menuju rumah dengan perasaan yang sedikit takut.

Takut ibunya yang akan marah jika melihatnya yang pulang malam.

Sepanjang perjalannya menyusuri jalan,ia selalu berharap agar ibunya telah terlelap dan memudahkannya untuk langsung tertidur tanpa perasaan cemas dan takut.


_____Sim J

Realizing of love // Park Sunghoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang