8. ARAH

43 12 5
                                    

GILA.

Hanya itu yang dapat mendeskripsikan bagaimana perasaanku saat kembali ke pesta. Semua benar-benar sudah di luar kendali, dan aku bersyukur tak ada yang melompat dari kolam berketinggian tiga puluh meter ini atau memecahkan jendela tetangga. Tetapi masalahnya sekarang adalah, semua orang sudah mabuk dan hanya sebagian yang masih benar-benar sadar ketika aku berusaha memberi pengumuman kalau pesta sudah berakhir.

Sayangnya, mereka masih bersikeras menari dan menyanyi, menyuruh disk jockey untuk tetap memutar musiknya. Kupikir dia masih waras untuk tidak membiarkan orang-orang ini makin menggila, sayangnya dia lebih tidak waras lagi. Laras bilang dia sudah mabuk sejak satu jam yang lalu.

Omong-omong soal Laras, dia sedang berusaha membangunkan Juno yang nyaris mati tenggelam kalau saja dia tidak menarik celananya ke permukaan. Aku merasa bersalah karena tak segera datang kemari. Laras pasti sudah sangat kewalahan mengurus mereka semua yang tingkahnya semakin menjadi-jadi. Bahkan aku yakin ada beberapa anak yang sudah membawa obat-obatan terlarang masuk kemari. Lingkar pertemanan Juno benar-benar aneh dan itu membuatku kerepotan sekarang.

"Semuanya sudah mabuk, kenapa kita tidak ceburkan saja mereka semua ke dalam kolam?"

Naelo memberi saran aneh yang sebenarnya bagus dan aku bersyukur dia dengan teman-temannya mau ikut membantu kami membereskan kekacauan pesta musim kemarau konyol yang diadakan Juno. "Masalahnya, bagaiamana kita membawa mereka semua ke dalam kolam? Kita bahkan tidak mungkin mendekati mereka yang sedang menggila sekarang."

Di tengah kebingungan dan kepanikan kami, guyuran air yang entah dari mana tiba-tiba menyiram kami semua. Aku yang sebelumnya sudah mengeringkan celana dan kaus kini kembali kebasahan dan sudah pasti tidak akan bisa pulang saat ini juga. Tetapi syukurlah anak-anak yang mabuk mulai sadar dan membubarkan diri setelah anak buah Naelo berteriak. Ketika bola mataku beredar mencari siapa pelakunya, dia sedang mematikan selangnya dan menaruh kembali benda yang sangat berjasa itu.

Ketika aku berjalan mendekat ke arahnya, Felisia hanya melirikku dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dan tentu saja aku bingung dengan tingkahnya. Tak biasanya dia seperti itu dan itu membuatku kebingungan, aku tidak tahu kesalahanku dan dia sepertinya ingin aku menebaknya sendiri. Tadinya aku berniat menyusul Felisia, tetapi Laras memanggilku.

"Juno sepertinya demam."

Aku terkejut mendengar Juno malah mendadak sakit. Sepertinya barusan dia benar-benar kemasukan terlalu banyak air di tubuhnya. "Kamu sudah menelepon ambulans?"

"Aku sudah memanggil sopirnya, dia pasti akan segera datang." Laras menjawabnya sambil mengolesi minyak telon di perut Juno.

"Aku rasa dia juga tidak tahan dengan alhokohol, ya?" Aku berusaha menghangatkan telapak kaki dan tangan Juno. Situasi ini membuatku teringat masa kecil kami, bedanya waktu itu aku yang ada di posisi Juno.

Juno menggendongku di punggungnya sampai pulang dan Laras membawakan tasku saat itu. Aku lupa kenapa aku bisa sakit, aku hanya ingat waktu itu pulang menangis dan merengek pada ibuku bahwa aku kedinginan.

"Pacarmu mana?" Aku mendongak, menatap Laras yang masih fokus menghangatkan Juno.

"Kamu berbicara denganku?" Aku menunjuk diriku sendiri.

Laras mendecak dan ekspresinya semakin tak mengenakkan. "Tentu saja. Di sini hanya ada kita, teman-teman yang lain sedang bersiap pulang dan bersih-bersih, kan?"

Aku mengalihkan wajah pada teman-teman Naelo yang memerintahkan semua anak untuk segera membereskan kekacauan yang mereka buat. Jujur saja aku sempat kaget mereka seusiaku dan kini sibuk mengurus anak seusiaku lainnya. Bagusnya mereka semua segera menurut begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sensus PendudukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang