13. Berkurang-Tambahnya Masa Hidup

271 55 25
                                    

Bacanya pelan-pelan oke~!

Ketika di burit tiga laksana bentuk tiga terakhir huruf alfabet terbalik, notasi menjelang pada panasnya menyengat sore hari di luasnya gang-gang adimarga Lebak Permai, menjadi sorak sorai tawa megah melambung ke angkasa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika di burit tiga laksana bentuk tiga terakhir huruf alfabet terbalik, notasi menjelang pada panasnya menyengat sore hari di luasnya gang-gang adimarga Lebak Permai, menjadi sorak sorai tawa megah melambung ke angkasa. Tahun pelajaran baru sebenarnya sudah naik ke permukaan. Dengan Bayu yang sudah resmi menjadi siswa di salah satu Sekolah Dasar Surabaya-nanti akan penulis jabarkan lebih spesifik lagi di chapter berikutnya. Namun kembali pada waktu sekarang, yang mana penghuni Lawak Empire beserta anggota baru bernama Elena Sekar menjadi tuan putrinya, tengah melakukan jeda konversasi bersama genggam konsumsi bergala taut di hasta.

"Kudune aku sing dadi pangerane!" celetuk Nathan sembari menggempalkan ranumnya. Banyak klausa tersampir dari pigura dengan frekuensi naik beberapa oktaf.

(Harusnya aku yang jadi pangerannya!)

Farhan mengembuskan napasnya jengah sekala maniknya bersitemu muram rupa tampan anak Pak Wijaya. "Ditompo ae lah. Iki mung dulinan wae kok." Begitu balasnya sembari terduduk di latar ubin Bu Nita menjadi persinggahan interim. Nampaknya jika di era milenial, kios beliau akan menjadi basecamp anak-anak Lawak Empire.

(Diterima aja lah. Ini cuma mainan, kok)

"Lapo? Kon cemburu ta?" lanjutnya. Adiwidia yang terduduk di sebelah kawan mungilnya dengan posisi dari arah kiri, Bayu-Farhan-Sekar-Nathan berjajar deret memanjang.

(Kenapa? Kamu cemburu kah?)

Nathan mendengus sebal. "Lapo cemburu? Arek SD koyo' aku iki mosok atene cinta-cintaan se?"

(Kenapa cemburu? Anak SD seperti aku ini masa mau cinta-cintaan sih?)

Jemalanya menoleh sengit. Netranya jua menampakkan perangai memicing di sana. Andai ini di dalam komik-komik yang sering ia baca di sudut kamarnya, pasti jelaganya saat ini sudah mengeluarkan laser merah dan sumbu asap menguar di atas kepala.

"Yo be'e. Kon 'kan seneng ambek Mbak Sekar. Dadak ngomong lak SD cinta-cinta'an, kon ae isih TK wis weruh!" Sambil menundukkan atensi benih tuk menandaskan buliran melegakan yang ia beli baru saja.

(Ya siapa tau. Kamu 'kan suka sama Kak Sekar. Mendadak bilang pas SD cinta-cintaan, kamu aja masih TK aja sudah tau!)

Taruni yang kala itu menyesap seplastik es menyegarkan kerongkongan yang di genggamannya, mendadak menoleh kepada lelaki yang lebih muda setahun darinya dengan tatapan membola. Lanjar, si puan tertawa anggun hampir terbahak. Linting hasta mulai melingkar di bahu kawannya semasa di rumah lama dahulu, dan menarik dekat seakan memeluk dari samping sebagai banyolan kekeh temannya.

"Ih, aku sama Danu mah cuma temenan. Iya 'kan, Danu?" tanyanya pada sang adam di sampingnya. Nathan bahkan hampir menahan napasnya ketika obsidian indah bagai sekar mekar itu pun mengalihkan dunianya.

Lentera Malam | JakeWhere stories live. Discover now