05. Riak Riuh Konversasi

374 84 21
                                    

TK Tri Guna Bhakti 1, di jalan Lebak Jaya Utara nomor 126 menjadi titik didik mengenyam ilmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TK Tri Guna Bhakti 1, di jalan Lebak Jaya Utara nomor 126 menjadi titik didik mengenyam ilmu. Pagi hari saat arunika sudah nampak dengan bias indahnya, gurat kuning yang menyapa bumantara tergugus pula dengan payoda. Angin yang tak begitu segar namun menenangkan sukma, meniup pelan dedaunan hijau klorofilnya. Surabaya diterpa dahayu alam semesta tanpa dilirik jumawa.

“Pagiku cerahku, matahari bersinar, kugendong tas merahku di pundaaak~  eh, tas biruku!” ia bernyanyi sambil meralat sendiri.

Alunan dawai dari bibir ranum Renjana menjadi iringan perjalanan. Kakinya terayun-ayun pada boncengan Ibu di belakang. Lucu sekali, menggantung dan tak sampai tapak kaki dengan banyolan tawa. Arum wangi tubuhnya seakan menjadi tanda bahwasanya sang Bayu tengah berbahagia.

Kamis manis dengan seragam kotak-kotak berwarna kapuranta melekat pas di tubuh mungilnya. Adam berkelahiran nol dua pada notasi lima belas itu memasuki pelataran sekolah bersama Ibu. Dibawanya tas yang menggantung gagah di punggung, dan sepatu bergambar mobil merah kesukaannya, serta Mustika yang benar-benar membawa sebuah kotak besar berisikan pangan jajan, donat kentang.

Katanya hendak dititipkan di kantin Taman Kanak-Kanak situ. Lumayan jika terjual habis, bisa menambah pemasukan dan membantu untuk meringankan pekerjaan Ayah.

“Belajar yang rajin ya, Nak...” ujar puan dengan surai yang digerai. Perempuan yang masih terlihat muda dan cantik ini mengusap perlahan helai rambut Bayu. Sebab, sang Anak baru saja berucap dan mencium punggung tangan hendak menimba ilmu. 

“Siap, Bu! Dadaaah!” 

Usai lambaian tangan beserta tubuh mungilnya semakin menjauh, Bu Tika lekas menuju kantin sekolah berdinding biru muda. Mengatakan bahwa hendak menitipkan barang tersebut, boleh atau tidaknya? Beruntung saja saat bernegosiasi, antaranya dan ibu kantin membolehkan.

“Matur nuwun nggih, Bu...” sambil menorehkan senyum manis dan pamit untuk undur diri.

Terduduk di bangku berlapis ubin dingin, Mustika bergabung dengan para wanita yang tengah bercengkerama. Kawan-kawannya tengah seru, entah membahas apa di pojok situ.

“Eh, dengar-dengar... Ibu Kepala Sekolah barusan pulang haji tau...”

Teman di sampingnya tentu melebarkan netra, tapi Mustika diam saja hanya menyimak. “Wah, jadi Bu Hajjah, dong.”

Iya dong, masa Pak Haji?

“Oh ya, katanya minggu depan mau ada piknik ke Tanjung Perak.”

Mustika yang awalnya terdiam pun nampak terkejut. “A-ah ya, ada apa, Bu?” larik tanya terbata sebab baru saja ditepuk pelan.

“Bayu ikut ke Tanjung Perak nggak, Bu?” tanyanya lagi. Wanita dengan pakaian yang lebih modis di warsa duaribu delapan nampak sahaja. 

Menampilkan wulannya. “InsyaAllah, Bu...”

Lentera Malam | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang