12. Wicara (Sab)an Wak(tu)

221 62 10
                                    

Ini selingan malming, aku lagi buntu banget, huhu... :(

“Hari ini Bayu mau jalan-jalan?”

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


“Hari ini Bayu mau jalan-jalan?”

“Mauuu!” Sorak sorai harsanya mengawang pada dirgantara. Sedang sang Lelaki yang baru saja membalas koversasi langsung turun dari tempat duduknya usai berkutat dengan garis kelabu bergambar tingkat bangunan, lagi.
   
Bumiputra praja adipura ini bergegas mandi selepas ibunya berkata hari ini akan malam mingguan. Berkelana pada luasnya mayapada dan menikmati ramainya suasana malam minggu di bumi Surabaya. Asik, malmingan euy! Ada yang mau ikut?
   
Langkah si bocah cilik ini dirakit menuju kubikel penuh akannya kubangan ayar dan aroma wangi dari sabun mandi. Ia menyegerakan membasuh nan membersihkan daksanya pada toreh burit setengah empat. Sedangkan sang Ibu menyiapkan beberapa potong pakaian untuk sang anak dan suami tercinta. Sabtu begini memang dalam masa libur, tak ayal jika Pak Hafid akan mengajak keluarga kecilnya untuk sekedar menghirup udara segar di Kota Pahlawan.

Bermenit-menit denting sekon menuju detik nan menit terlampau habis sudah terlaksana. Aroma khas sabun yang melekat-lekat di tubuh Bayu harum sekali adanya. Ia lekas menuju ke kamarnya berada tuk mengenakan pakaian yang sudah dipersiapkan. 
   
“Bu, nanti mau jalan-jalan ke mana?” tanya sang Bayu sembari bergelut dengan kain-kain tuk dipasangkan pada daksanya. 
   
Netranya jatuh atensi benih kepada prakata singkat menguar dari belah ranum si Bayu. “Nanti kita jalan-jalan ke sekitaran Delta, mau?”
   
Mengangguk senang dari pantulan kaca di hadapan. Ia menengok pada ibunda tersayang dengan garis sisir menyugar surai-surai basahnya. “Mauu! Mau beli es krim juga nanti!” 

Anak adam tersebut lantasnya memakai jaket dan keluar dari ruangan pribadi menuju ke teras depan. Ia langsung saja membaluti anatomi kaki dengan sepasang sandal-sepatu. Rekatan tali dipasang lekat pada ujung satu hingga ujung lainnya. Tubuh mungilnya yang sudah pas layak anak Sekolah Dasar itu terduduk di bangku halaman yang mulai koyak.

Ditatapnya suasana sore kanan-kiri serta kicauan burung merpati yang hendak pulang pada paguponnya, ataupun sayup silir sang bayu meniup perlahan helai surai miliknya. Manik bulatan mendongak pada awang gemawang mayapada yang terhias tenggat baskara carut marut jingga dirgantara.

“Loh, sudah siap ternyata. Ayah aja baru selesai siap-siap,” tutur pria agam terkejut. Tapi setelahnya mengulas kurva lengkung bersama sang istri mengunci daun pintu dan menghampiri Bayu Renjana. Memasangkan kupluk hoodie pada jemala putra semata wayangnya agar anila berembus tak terlalu kuat mengecupi epidermis.

Pijakan tungkai kaki pada si Blacky menjadi titik tumpu daksa wira menaiki kuda besi. Terduduk manis di tengah anantara ibu dan ayah. Lekasnya bersiap jalan membelah adimarga usai mengungkap kastawa dan ber-astungkara kepada Tuhan Yang Maha Esa. Arkian, Bayu mengangkat genggam kuat meninju udara atas sembari bercakap, “Let’s gooo!”

Cahaya bias dari sinar bagaskara mulai menyorot seisi bumi raya tatkala kuda besi terlenggok-lenggok keluar dari gang jalan. Sandhyakala yang dihiasi rona biru berpadu lembut jingga di kanvas cakrawala, terlihat indah... memberi afeksi semu kepada rupa-rupa insani di padatnya adimarga. Pohon-pohon rindang jarang atau asap kendaraan penuh kepulan kelabu menjadi ciri khas kota-kota besar. Kanan kiri bersisian toko-toko atau bangunan tinggi pencakar langit sudah biasa di bantala Surabaya. Ikonik. Istimewa. Sebagai saksi perjuangan para pahlawan di luasnya setra 10 November di warsa ’45 dahulu.

Lentera Malam | JakeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora