10. Bukan Cungkai

252 69 41
                                    

Hai, ada yang rindu?

Sepasang tungkai kaki beriringan satu sama lain bertapak pada ranah mayapada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepasang tungkai kaki beriringan satu sama lain bertapak pada ranah mayapada. Dirakitnya bersama satu individu yang memiliki obsidian gemerlap laiknya kartika. Keduanya berjalan bersama dengan tawa riang usai berganti pakaian sepulang dari tempatnya menimba ilmu agama. Bayu dan Sekar rencananya hendak bermain pada waktu burit di wisma milik teman. Tidak lain dan tidak bukan ialah Nathan Danuandra Wijaya. 

Selisih dua warsa anantara berbeda karakteristiknya mulai menuju ke rumah Nathan. Mereka tadi sepulang mengaji, bercakap bahwa ingin bermain dengan adik lucu, bukannya sang Kakak yang kerap kita panggil dengan asma Nathan.

Lagipula, sudah sampai bosan rasanya bertemu dengan anak Pak Wijaya itu setiap hari. Bayu juga teramat sangat gembira mendengar rambat suara dari ajakan Sekar Trihapsari merasuk pada rungunya.

Elena atau biasa pemuda Surabaya sebut dengan asma Ela, mengudarakan kepal karantala mendekat pada sebidang datar lekat berwarna kecoklatan. Dipertemukan antara jari-jemari terlipat bersama dengan kayu jati yang terdapat ukiran kirana. Mengetuk bertempo teratur namun pasti dengan ramah tamah berkunjung sebagai tamu rumah.

“Danuuu~ oh, Danu! Main, yuk!”

Tidak ada balasan dari ranum salah satu personil Lawak Empire dari bumi Surabaya.

“Nathaaan!” panggil Bayu.

Sekar menjawab, “Iya!”

“Ada yang baru loh!” lanjutnya seperti melakukan travesti kotak televisi.

 Kini Bayu melebarkan dua belah labia hingga menampakkan gigi susu asmaradanta. Terkikik berdua dengan Sekar saat mengilasbalikkan tentang iklan makanan ringan berwarna gelap itu terpikir pada cakap otaknya.

Ma ngin?” Getaran suara dari dalam rumah mulai merambat nan menyesaki gendang telinga mereka.

(Siapa?)

“Hah, Rangin?” tanya si Sundari dengan topeng bingung menatap Bayu yang tengah merasakan pilon jua.

Beberapa saat kemudian, pemilik daksa kuyu itu terpampang jelas tatkala daun pintu terbuka lebar. Nathan berdiri tepat di hadapan dua sukma yang menyengir tanpa watas dengan ekspresi datarnya. Sepasang manik arang beningnya memandang antonim dari Sekar maupun Bayu Renjana. 

“Eh, ada kalian... masuk-masuk. Duh, Nathan iki rek... lek ada tamu iku disambut ramah po’o,” ujar ibunda Nathan dengan ramah, saat melihat anak sulungnya masih berdiri tanpa mempersilakan masuk. Justru beralih pergi menuju kubikel penuh mainan khas anak lelaki. Tubuh jangkung itu ambruk pada empuknya kasur sang Adiwarna dengan posisi terlentang. 

(Duh, Nathan... kalau ada tamu itu disambut ramah, dong)

Anak e mama ndang nak ngarep, dicari temen e iku lho...” sambung wanita elok bersurai pendek sebahu. Menepuk pelan kaki jenjangnya yang mengambang berkat ia terlentang.  

Lentera Malam | JakeWhere stories live. Discover now