b

8.5K 567 1
                                    

Karna ini repost dari akun pertama aku, jadi aku update sampai part yang udah dipost sebelumnya ditambah satu lagi yang baru. Maaf ya kalau spam~

*****

"Nadia Pratiwi siapa?"

Ini aku gak tau ya gimana bedain dia yang gak tahu beneran atau lagi balas dendam soal tadi di kantin. Sampai-sampai aku angkat tangan pas absen dia pura-pura gak lihat.

"Nadia Pratiwi yang mana? Kalau gak angkat tangan dan bersuara saya kosongkan absennya," katanya dengan santai.

Ku tarik napasku dalam-dalam. Mempertebal rasa sabarku untuk menghadapi dosen ngeselin di depan. Lantas semakin mengangkat tangan setinggi-tingginya dan bilang, "Pak, Nadia Pratiwi hadir!"

Aku membalasnya dengan nada lantang dan cukup keras. Harusnya sih bisa terdengar sampai ke telinganya. Kalau saja dia tidak tuli atau menulikan pendengarannya.

Dan akhirnya dia mengakui kehadiranku. Melirikku saja kemudian mencontreng absenku. Sekedar begitu, membuatku emosi. Dan lihat! Ada setitik senyum mengejek di ujung bibirnya. Demi Tuhan dia itu manusia yang sangat menyebalkan!

*****

"Kayaknya emang iya deh pak Dikta dendam sama lo."

Aku dan teman-teman satu tongkronganku sedang berada di salah satu kedai makan pinggir jalan. Sebagian dari mereka adalah teman-temanku di himpunan. Kebetulan aku termasuk mahasiswa 'aktif'. Maksudnya banyak teman dan relasi gitu,ehe. Mungkin kalau orang lihat, mereka menyebutnya sebagai geng. Kalau aktif organisasi mah itu urusan lain. Aku sering gak hadir dan pura-pura sakit karena malas kumpul. Sst! jangan bilang ketua hima ya?!

"Awas aja ya kalau nilai gue sampai E! Gara-gara lo nih pokoknya!" tiba-tiba Aldo menyalahkanku.

"Kok gue sih?! Yang mancing duluan kan lo?!" balasku tak mau kalah.

"Udah dong! Gak capek apa ribut mulu? Lagian dari awal lo kan ngedumelin pak Dikta perkara dikatain mahasiswa kupu-kupu..." Pinkan menuntutku. membuatku diam, menciut.

"...terus lo dateng, Do! Makin bikin si Nadia ngedumel. Ya intinya gak ada yang bener di sini. Kalau sampai pak Dikta kasih kita nilai E karena sakit hati, ya udah terima aja. Tapi mustahil sih.. pak Dikta kan profesional. Dia kayaknya tipe orang yang gak akan sangkut pautin masalah pribadi sama pendidikan," terang Pinkan panjang lebar.

Teman-teman yang lain, yang emang gak tahu permasalahannya apa cuma bisa celingukan aja. Sebagian ada yang kepo nanyain kenapa tapi gak kita balas. Soalnya nanti malah makin runyam. Bahaya kalau sampai ada yang cepu gak jelas terus tahu-tahu disebarin di radio kampus.

Brak!

Tiba-tiba ada anak kecil datang dan dobrak meja yang aku duduki. Tatap aku tajam, membuatku terkejut. Nyaris saja jantungku turun ke lambung.

"Dad, dia aja yang jadi bundaku!" katanya.

Aku melotot. Begitu juga teman-temanku yang lain.

Ya gimana gak melotot, anak kecil itu tiba-tiba menunjukku untuk jadi ibunya. Padahal aku saja tidak kenal adik manis itu siapa. Ditambah lagi aku makin kaget ketika melihat siapa ayah dari anak cantik itu.

"Again?!" aku bertanya dalam hati.

Ayahnya ternyata pak Dikta. Belum kering air liurku saat membicarakan dia, dia sudah nongol kembali seperti jin ketika dipanggil namanya tiga kali. Menyebalkan!

"Dia aja, dad. Aku gak mau tante matre itu yang jadi bundaku..." kata anak kecil itu pelan. Kepalanya menunduk lesu dengan raut muka mulai menyendu. Aku tebak, sebentar lagi dia pasti menangis.

1...

2...

3...

"HUAAA!"

Nah, benar kan?

*****

to be continued.

jangan lupa vote dan komentarnya ya~

Beloved StepmotherWhere stories live. Discover now