Main Course #2

42 5 2
                                    

"No one is born a great cook, one learns by doing"

- Julia Child -


Pukul 06:15 dan Karmel masih mager. Malas bergerak, bergeser, apalagi bangun dari kasur empuknya. Timbunan selimut tebal dan suhu -16°C dari mesin pendingin di kamar menjadikan alasannya untuk kembali tidur semakin kuat. Apalagi mood-nya masih berantakan karena kejadian di rumah sakit semalam. "Karmel, bangun!"

Suara berat seorang pria disertai dengan gebrakan pintu kamar yang dibuka tak mampu membuatnya terbangun. Hanya sebelah mata yang mampu dibukanya. Lalu melirik sekilas ke arah pintu, untuk kemudian memejamkan mata lagi.

"Kamu nggak sekolah?" tanya Bram, ayah Karmel. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan setelan kemeja rapi. Tidak ada sahutan. "Sudah hampir setengah tujuh, Ayah mau berangkat. Kamu mau bareng atau Ayah berangkat duluan?"

"Ayah duluan aja. Aku nggak sekolah," sahut Karmel dengan suara serak tidak jelas. Bukannya melek, ia malah menarik selimut hingga menutupi wajah.

Bram mengangkat bahu. "Terserah kalau mau nggak sekolah. Kan yang diomelin Ibu bukan Ayah," jawab Bram santai sebagai respons tingkah anak gadisnya. Pria itu kemudian berlalu setelah menutup pintu kamar Karmel.

Karmel sudah hampir tertidur lagi ketika teriakan garang dari luar kamar berhasil membuat matanya seratus persen terbuka. "KARMEEELL!! Ayo bangun, sekolah! Bangun sekarang juga, sebelum Ibu masuk ke kamarmu. Bangun atau Ibu akan―"

"Iyaaa, iyaaa, aku sekolaaaah!" teriak Karmel kesal.

Ia berjingkat dari kasur sambil menggerutu karena ternyata Ayah benar-benar mengadukan ide 'nggak sekolah'-nya ke Ibu. Serius, mendengar omelan Ibu sepanjang hari akan membuat harinya jauh lebih buruk. Terpaksa Karmel bangun dan membatalkan niat membolosnya. Dengan langkah serupa zombie, ia menuju kamar mandi.

***

Hanya butuh waktu lima menit bagi Karmel untuk menyelesaikan ritual paginya. Dimulai dari mandi yang super singkat, bercermin, hingga siap berangkat sekolah. Ia bukan cewek yang suka berlama-lama menyiapkan diri di depan cermin. Karmel memang terlampau cuek dengan penampilan. Baginya, urutan mematut diri sebelum berangkat sekolah cukup dengan memakai deodoran agar tidak bau, menyisir rambut panjangnya yang cokelat ikal, mengikatnya agar rapi, dan memastikan tidak ada kotoran di matanya. Itu saja.

Karmel berangkat tanpa menyentuh sarapan. Ia sama sekali tidak lapar juga tidak bernafsu makan. Ia pun berangkat dengan diiringi petuah panjang lebar dari ibunya. "Mau jadi apa kamu nanti kalau ada masalah sedikit aja nggak mau sekolah?" omel Wina. Meski begitu, wanita itu juga mengatakan padanya untuk tetap semangat karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Ya, maksud Wina memang tentang batalnya Satria ikut kompetisi karena tifus.

Meski galak dan cerewet, Wina sangat perhatian terhadap Karmel. Bekal makanan tak pernah luput untuk putri semata wayangnya. Tadi ia berhasil menyelipkan kotak makan berisi dua tangkup roti selai kacang ke tas Karmel. Sebelumnya, Karmel menolak sarapan dan langsung pergi begitu saja. Setidaknya, nanti putrinya bisa memakan bekal kalau lapar saat jam istirahat.

Sekolah Karmel, SMA Putra Bangsa, tidak terlalu jauh dari rumah. Bisa dicapai dalam waktu sepuluh menit menggunakan Kopaja. Karmel sengaja turun dari Kopaja beberapa ratus meter sebelum pintu gerbang sekolah karena ingin berjalan kaki. Itu memang kebiasaannya kalau sedang suntuk. Sambil mendengarkan musik melalui headset yang tersumpal ke kedua telinga, ia menyetel lagu-lagu Greenday, band favoritnya, dengan volume penuh. Holiday menjadi lagu pertama yang didengarkannya. Lamat-lamat Karmel ikut bernyanyi, berharap mood-nya yang sedang terjun bebas itu bisa berubah karena irama lagu yang mengentak dan bersemangat.

CARAMELLOVE RECIPE (SUDAH TERBIT - GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA 2018)Where stories live. Discover now