22. Netizen Nyinyir dan Sang Mantan

Start from the beginning
                                    

Gue makin cemberut, apalagi karena rasa kopi yang disajikan kafe ini nggak masuk ke selera gue. Gue menggeser gelas kopi itu ke arah Sammy biar dia yang minum.

"Anyway lo udah tahu sebelumnya ya kalo keluarga Gideon itu punya background pengusaha besar?"

Gue mengangguk. "Dia bilang waktu di Karimunjawa."

"Trus?"

"Ya gitu." Gue mencoba mengingat-ingat percakapan kami malam itu. "Dia bilang sama gue jangan berubah karena gue tahu keluarganya kayak apa."

Selain percakapan malam itu, gue jadi ingat apa aja yang sudah gue dan Gideon lakukan saat liburan bareng. Gue ingat dia mengendong gue berlari ke arah pantai di Tanjung Gelam dan gue berakhir menciumnya.

"Apa ini ada hubungannya sama lo berdua yang berantem?"

Gue mendongkak menatap Sammy.

"Enggak. Yang itu beda lagi." Gue menghela napas. Ini udah dua minggu sejak kejadian di apartemen Nathan. Gideon masih nggak mau ngomong sama gue. Gue pernah menghampirinya di Kapi-Kotta tapi dia cuek gitu.

Apa dia marah karena gue tolak? Kenapa dia harus marah coba? Dari awal kan dia tahu gue tuh kayak gimana. Dia juga tahu gue sayang sama Jordan. Semua nggak akan sekacau ini kalau dia nggak bawa-bawa perasaannnya. Sekarang kan jadi gue yang salah. Seolah-olah gue ngasih harapan dan main ninggalin dia gitu aja.

"Lo berdua berantem kenapa sih? Lo kasarin Gideon ya makanya dia ngambek?"

"Nggak gitu." Kenapa juga Sammy ikut-ikutan menyalahkan gue? "Udahlah. Biarin aja dia begitu."

Sammy hanya menatap gue dengan seksama. "Apa?" tanya gue karena risih dia begitu.

"Lo sadar nggak sih, lo tuh sama Gideon jalan udah cukup lama dan lo nggak pernah lagi ada skandal ama cowok lain."

"Dia pernah bikin gue nyaman jadi gue nggak tertarik sama cowok lain. Ya sebelum Jordan hubungin gue lagi sih."

Sammy manggut-manggut tapi nggak lagi berkata apa-apa. Dia menyesap kopi di gelasnya hingga tandas. Gelas gue nggak disentuh sama sekali.

"Yuk. Katanya lo mau dandan ke pesta tunangan temen Jordan."

***

Temen Jordan yang tunangan ternyata adalah orang dari advertising agency yang pernah mengurusi kerjasama gue dan Moubou. Jillyan namanya—itupun gue baru tahu ketika membaca namanya di dekorasi. Jillyan ini nggak ngurusin secara langsung sih, tapi gue ingat pernah melihatnya sekilas di lokasi shooting video promosi waktu itu. Fakta itu bikin gue was-was, karena itu artinya orang ini adalah rekan kerja Allea. Kemungkinan bahwa Allea juga berada di tempat ini cukup mengusik gue. Tapi gue berusaha terlihat biasa aja.

"Selamat ya, Mbak Jillyan dan pasangannya." Gue mencoba mengakrabkan diri. Gimanapun gue harus menunjukkan pada semua orang di sini bahwa gue lebih pantas bersanding sama Jordan dibanding Allea itu.

"Iya, makasih ya." Jillyan tersenyum tipis. Matanya lalu beralih pada Jordan. "Makasih Jo udah dateng."

Jordan dan Jillyan berjabat tangan lalu berganti menjabat tangan kekasih Jillyan yang gue nggak tahu siapa namanya. Mereka kelihatan lumayan akrab.

"Lo berdua having fun ya. Makanan di meja sebelah sana," Jillyan menunjuk meja panjang yang dikerumuni orang-orang. "Kalau cemilan ada di sana," tunjuknya ke salah satu sudut tak jauh dari tempat makanan. "Dan kalau mau ketemu Allea, orangnya ada di sana."

Gue dan Jordan mau nggak mau memutar kepala menghadap ke arah terakhir yang ditunjuk Jillyan. Di sanalah Allea berada, tampak sedang bercengkrama dengan kumpulan orang. Terlihat tanpa beban dan dosa. Cih.

Sweet Escape [SELESAI]Where stories live. Discover now