5. Kenal Lebih Jauh, Katanya

7.9K 795 26
                                    

"GUE nggak ngerti apa yang ada di otak lo sampai bisa mukul tuh orang."

Udah nggak terhitung berapa kali Sammy mengeluh soal prestasi—maksud gue skandal gue yang terbaru. Gue juga lupa menghitung saking banyaknya omelan dia. Selain Sammy bos gue di Agency juga marah tapi setelah gue cerita duduk permasalahannya, dia cukup mengerti.

Gue menyesap batangan terakhir dari kotak rokok gue dengan santai, dan langsung dihadiahi tatapan tajam Sammy.

"Elo gue ngomong malah asik ngerokok."

Dia berdecak, lalu maju dengan cepat sampai gue nggak cukup tanggap buat menyadari rokok di tangan gue bisa dengan cepat berpindah ke tangannya.

"Astaga Sam itu batang terakhir. Balikin sini!"

Sammy buru-buru ngehisap rokok itu dengan wajah mengejek. Kampret.

"Sekarang kita mikir gimana ngehadapin Pingkan dan Bryan di Polda kalau dia bener-bener ngelaporin lo."

"Gue udah siap kok. Gue juga punya lawyer jadi lo nggak perlu khawa—ah, sakit njing!"

"Bianca Mahadewi Adriani, Otak lo bisa dipake banget sih? Lo pikir karena lo punya lawyer trus udah? Lo nggak mikir gimana nasib kerjaan lo, endorsement, brand yang kerjasama, terus shooting film lho noh! Itu produsernya kan Bryan. Kalau semua kerjaan batalin kontrak, elo mau makan apa?"

Gue mengelus kepala gue yang barusan dijitak Sammy. Mendengar penuturannya tadi bikin gue ngerasa was-was. Kayaknya bahaya juga kalau yang dia bilang barusan benar-benar jadi nyata. Duh, kalau tahu gini kemarin gue cium pipinya Pingkan itu, bukannya ditonjok.

"Lo kayak baru kali ini kena masalah beginian. Itu bentar lagi tenang kok."

Gue masih keukeh, gengsi kalau mengakui skandal ini bisa bikin karir gue hancur.

"Elo dikatain pansos dan jalang masih bisa tenang? Kita terancam mampus kalau lo bermasalah ke Polda dan kontrak lo batal!" Sammy teriak. Mukanya galak, bikin nyali gue ciut. Sammy kayak mau makan gue aja.

"Ya udah terus apa?" nada suara gue melunak, biar Sammy juga tenang. Kita harus pikirin solusinya sama-sama.

Dia menyesap batang rokok yang tadi dia rebut lalu satu tangannya tersampir di dada. Mukanya keliatan banget frustasi, bikin gue mau nggak mau khawatir.

"Lo minta maaf gih."

"Nggak bakal!" gue jelas menolak ide itu mentah-mentah. "Nggak ada ceritanya gue yang minta maaf ya, apalagi kalau gue nggak salah."

Sammy geleng-geleng kepala. "Bibirnya bonyok begitu lo bilang lo nggak salah?!"

"Sammy sayang, kalau lo ngeliat aksinya semalam gue yakin lo juga pasti bakal nonjok itu orang. Mulutnya nggak disekolahin tahu!"

"Mulut lo juga, anjir. Lo ngatain tampangnya dan bilang dia nggak lebih baik dari lo diliat dari segi manapun."

Gue mengangkat bahu. Ya, kan itu jelas kenyataannya. Coba kalau bikin vote di Instagram. Orang-orang juga bisa tiba-tiba ngeliat kalau gue jelas lebih lebih lebih cantik dari sih Pingkan nggak tahu diri itu.

"Pokoknya gue nggak mau minta maaf. Pasti ada solusi lain deh, Sam."

Sammy menggeleng dengan setengah jijik menatap gue. Dia memilih duduk setelah capek ngomel ke gue persis kayak emak-emak.

"Capek gue ngomong sama batu kayak lo. Pokoknya kalau ada apa-apa lo tanggung aja sendiri."

Gue berdecak nggak setuju. Masa Sammy nyerah gitu aja sama gue? Padahal kayak yang gue omongin tadi, ini bukan kali pertama gue kena masalah. Minggu lalu waktu berantem sampe kulit gue lecet kena cakaran dari Diandra, masalah bisa dengan cepat selesai. Diandra emang mana berani ngelaporin gue ke Polda? Tapi itu mungkin nilai plus dari masalah kemarin. Kalau sekarang, gue benar-benar berdoa biar sih Pingkan nggak ngelaporin gue.

Sweet Escape [SELESAI]Where stories live. Discover now