"Nyusahin aja. Bagaimana pun, Mas. Hak asuh Tasya harus jatuh ditangan kita. Kalo nggak gitu, harta Tasya akan jadi milik Bang Rori."

"Mau kamu apakan dia kalo tinggal sama kita?"

"Bi Inah ada buat ngasuh, Tasya. Ngapain harus repot sih."

🐈

Auva bangun pagi menyiapkan sarapan. Tadi malam ia sulit untuk tidur. Biasanya dia akan menidurkan Ranayya dahulu.

Rumah terasa sangat sepi sekali. Masakan Auva sudah siap, Raka turun dari lantai atas dan duduk di atas meja makan.

"Abang hari ini pulang seperti biasa," kata Raka.

"Bagaimana lancar acara tunangannya?" tanya Auva antusias.

"Lancar dong."

"Oh, iya. Auva panggil Rayya dulu." gadis itu terkekeh pelan.

Namun saat Auva melangkah. Raka menahan pergelangan tangan gadis itu, menatapnya sendu dengan penuh arti.

"Auva." Raka tau apa yang Auva rasakan saat ini.

Auva tersadar dengan apa yang ia lakukan. Menatap kotak bekal yang ia siapkan untuk Ranayya. Terduduk di kursi dengan wajah murung.

Raka mengelus kepala adiknya dengan sayang. "Hanya seminggu, Pak Tama akan berusaha untuk ngambil hak asuh, Rayya."

Auva terdiam.

Meraih tas-nya dan pergi sekolah terlebih dahulu tanpa sarapan dan tanpa sepatah kata pun untuk pamit pergi.

Raka menghela napasnya panjang. "Abang tau yang kamu rasakan. Abang juga merasakan kalo rumah ini sepi tanpa, Rayya. Keseharian kamu udah dipenuhi dengan Rayya, Va."

🐈

Mobil Auva sampai di sekolah. Temannya menyambut dengan senang hati, namun merasa heran jika Auva tak pergi bersama Damares.

"Lho, Auva. Lo nggak pergi sama, Damares?" tanya Mel penasaran.

Tak lama terdengar suara motor sport. Keenam motor sport itu masuk ke halaman sekolah.

Damares membuka helm-nya dan turun dari motor. Lelaki itu tampak sangat berantakan sekali tak seperti biasanya. Kembali lagi pada badboy-nya.

Menatap Auva, namun gadis itu segera mengalihkan pandangannya.

"Paketu sama Buketu lagi ada masalah?" bisik Gempano pada Bayu dan Nevano. Kedua lelaki itu kompak mengedikkan bahunya acuh.

Damares pun segera menghampiri Auva. Terlihat gadis itu berusaha menghindar dengan berjalan lebih dulu masuk ke kelas. Dengan cepat Damares menghentikan Auva.

"Auva..."

"Lepasin gue! Atau gue akan sangat benci sama lo!" bentak Auva yang didengar teman-temannya.

Gempano menutup mulutnya tak percaya. "Lo-gue anjir! Aku-kamu nya udah hilang, astantang! Demi rambut upin, mereka dalam masalah!"

"Auva aku bakal..."

"Lo mau jelasin apa lagi? Setelah lo misahin gue sama Rayya! Lo mau apa lagi, mau nyakitin gue lagi! Sakitin gue Dam! Sakitin gue!" Auva menarik baju Damares.

Jenisha pun segera melerai keduanya. Auva menatap Damares kecewa. Teman-temannya segera mendekat.

"Kehadiran lo didalam kehidupan gue dan Rayya cuman jadi bencana! Misahin ibu dan anak!"

Mereka yang berada di koridor penasaran dengan perdebatan itu. Namun Indri tampak tersenyum senang. Tanpa campur tangannya, Auva dan Damares sudah berselisih paham.

"Lanjutkan, Auva. Setelah itu Damares milik gue!"

Auva pergi saat kondisi tak memungkinkan. Mereka semakin ramai.

🐈

"Ayo keluar, makan," ajak Fela pada Ranayya.

"Rayya mau, Mama Auva."

Fela merasa geram. Menarik tangan Ranayya dengan kasar. "Dengarin Mama Tasya! Nggak ada Mama Auva hanya ada Mama Fela!"

Ranayya menggigit tangan Fela hingga wanita itu menjerit dan mengambil perhatian dari Roni.

"Berani-nya kamu nyakitin istri saya!"

Plak

Roni menampar Ranayya. Gadis kecil itu menangis menahan sakit di pipinya yang terasa panas.

"Kurung aja di gudang, Mas! Biar dia tau rasa!"

"Rayya, nggak mau!" tolaknya.

Roni menyeret paksa Ranayya menuju gudang. Bi Inah yang melihat segera menolong Ranayya namun ditahan oleh Fela.

Gudang pun dibuka. Menghempaskan kasar tubuh kecil yang selalu Auva manjakan. Perhatian disini berbanding sangat terbalik sekali.

"Kamu rasakan tinggal di gudang! Dikasi kamar enak malah melukai istri saya!"

Roni mengunci gudang dan membawa kunci bersamanya. Bi Inah memohon agar tak mengunci gadis sekecil itu didalam gudang yang gelap.

Dengan menahan sakit di tubuhnya. Ranayya berdiri menggedor pintu dengan isakan tangisnya.

"Buka Uncle! Hiks."

"Non Tasya. Jangan nangis ya."

"Bi, Rayya, takut gelap."

"Berani Bibi bukain Tasya pintu! Saya putuskan bayaran sekolah anak Bibi di jerman dan biarkan dia jadi gelandangan disana!" ancam Roni sebelum berangkat kerja bersama istrinya.

Bi Inah tak bisa berbuat apa-apa. Ranayya menangis hingga tubuhnya basah dengan keringatan, ia menangis sesegukan.

Terus saja memanggil nama Auva dan Damares.

"Mama Auva. Rayya, takut hiks."

Auva yang sedang memesan minuman tak sengaja memecahkan gelas itu. Ia tersentak kaget.

"Rayya," gumamnya saat teringat Ranayya.

"Astaga, Auva!" kaget Yuni dan Mel.

Damares yang berada di kantin menghampiri Auva. Melihat tangan gadis itu tidak terluka namun tatapannya sangat kosong.

"Va, kamu nggak papa?" tanya Damares dijawab gelengan oleh Auva tanpa sadar.

Auva merasakan hatinya sakit sekali saat teringat pada Ranayya. Apa yang terjadi pada anaknya, apa anaknya baik-baik saja bersama orangtua kandungnya.

Tapi Auva merasa bimbang. Ia melepaskan genggaman Damares. Pergi dari kantin tanpa mengisi perutnya yang kosong.

Batin ibu dan anak itu kuat. Padahal Ranayya bukan anak kandungnya. Ranayya masih menangis, memohon agar dibukakan pintu. Karena ia sangat ketakutan sekali. Sedangkan Auva tangannya gemetar hebat sepanjang berada di koridor menuju kelas.

Tangan ini yang membawa Ranayya pulang kerumahnya dan merawatnya penuh kasih sayang.

"Mamaa, Rayya, takut hiks."

"Yatuhan, apa yang terjadi. Lindungi, Rayya, jangan biarkan dia terluka." batin Auva.

-JAGA JARAK KEMATIAN-


SEE YOU

P R A G M A ✓ (TERBIT & LENGKAP)Where stories live. Discover now