CHAPTER: 19

53.6K 5.4K 318
                                    

•Tandai jika ada typo ⚠️
•Vote dan komen cantik!💜

Seseorang tidak akan pernah belajar sabar dan berani jika di dunia ini hanya ada kebahagiaan.

Tightrope.

Gemercik air membasahi wajah Jane. Kebingungan melanda cewek itu saat ini. Bulan Juli ini Jane belum datang bulan, kini sudah telat dua Minggu. Jane tentu bingung, dia berpikir apakah ada masalah dengan menstruasinya?

Tapi Jane tidak mengambil pusing. Jane keluar dari kamar mandi setelah membasuh muka dan berjalan menuju meja riasnya. Tangannya terulur untuk menyisir rambut hitam panjang sepinggang itu dengan gerakan lambat. Hari ini entah mengapa Jane malas melakukan apapun, tubuhnya lemas seperti tidak makan selama 3 hari padahal baru tadi malam dia makan pizza sampai satu kardus setengah.

Jane meringis kecil saat perutnya tiba-tiba keram. Jane spontan mengelus perutnya sendirian dengan gerakan memutar. Dia memandang cermin yang menampilkan raut wajahnya yang lembut. Mungkin ini tanda-tanda ingin datang bulan.

“JANE! BANTU MAMA DONG SAYANG!”

Jane mengerjap pelan. Dia segera mengambil ancang-ancang untuk berlari kecil menghampiri Mamanya. Menuruni tangga yang tinggi dengan berlari aktif bukan hal susah untuk Jane, Jane gemar melakukannya jika Arthur tidak ada di rumah. Jika melihat lelaki itu pasti akan marah karena dulu Jane pernah terpeleset di sana.

Tapi bukan Jane jika dirinya kapok. Jane tidak akan kapok dengan sesuatu yang hampir merenggut nyawanya.

Di dapur Jane melihat Fani yang sedang memasak. Mata Jane berbinar melihat banyak sekali makanan di sana, dia sontak berlari menghampiri dan mencomot satu ayam goreng buatan Fani dan Bi Santi. Sesuai dugaan, Fani pasti meliriknya tajam sembari menodongkan spatula seperti penyihir jahat di film Harry Potter.

“Kamu belum cuci tangan Jane!” katanya memarahinya seraya mengerakkan spatulanya.

Jane menyengir lebar. “Sehat Mama,” Setelah memakan ayam goreng Jane bertumpu dengan kedua tangannya dimeja makan, memperhatikan semua makanan yang ada hampir memenuhi meja. Jane lapar. Dia butuh makan.

“Banyak banget, ada tamu Ma??”

Fani mengangguk kecil. “Ada, bentar lagi datang. Sini kamu bantu Mama siapin piringnya,”

“Oke!” Jane membawa beberapa piring dari rak. Jalannya terhenti karena tiba-tiba merasakan perutnya keram. Namun Jane tetap berjalan dengan sedikit membungkuk. “Siapa yang dateng, Ma? Nenek Kakek kak Yiren?”

“Kamu ini banyak tanya, ya,” kata Fani gemas. Fani mencubit pipi Jane sedikit keras. “Bukan, Sayang,”

“Terus siapa??”

“Orang,” Fani sengaja membuat Jane mati penasaran. Wanita itu terkikik melihat wajah Jane yang akan meledak.

“Mama....” rengek Jane kesal. Sedangkan Fani semakin tertawa. “Mau tahu....”

Suara sepatu dari arah tangga membuat mereka berdua mengalihkan pandangan. Jane seketika berlari memeluk Papanya ketika lelaki itu sudah berdiri di anak tangga. Arthur tersenyum melihat tingkah menggemaskan putrinya. Jane selalu bisa tampil menggemaskan. Matanya yang besar membuat siapapun ingin melihatnya selalu. Terlebih jika Jane sudah menatap dengan binar bening.

“Papaaaa, Mama gak mau kasih tahu aku,” Jane merengek masih memeluk Papanya. Kebiasaan Jane dari kecil memang tidak bisa dihilangkan, selalu suka memeluk pinggang. “Mama bilang bakal ada tamu sepesial, tapi Mama gak mau kasih tahu aku siapa yang datang.”

Tightrope [Completed]Where stories live. Discover now