17. Pasti Ada Waktu Perpisahan (1)

2.1K 139 6
                                    

Tidak disangka disini suasananya begitu sunyi.

Shi Yi sangatlah gembira, walaupun ibunya meminta dirinya menemani di sepanjang acara, tetapi tidak berkata apapun lagi. Shi Yi dengan sungguh-sungguh dengan sepenuh hati berdoa, kedua telapak tangannya saling menempel, berlutut di matras yang sudah ada jejak bekas lutut sebelumnya, sembahyang tiga kali ke Buddha sakyamuni.

Ketika mengangkat kepalanya, melihat ke arah patung Buddha yang tersenyum. Kata orang bagi orang yang percaya atau yang tidak percaya, yang hatinya baik atau yang hatinya jahat, rupa buddha di mata orang ini berbeda-beda. Penuh pengampunan, penuh belas kasihan, yang tersenyum, bermacam-macam rupanya, sedangkan yang ada dalam ingatannya, buddha selalu tersenyum sedikit, tidak pernah berubah.

Tiba-tiba dia berpikir, mengapa hidupnya harus diatur seperti begini.

Dia mengingat semuanya, sedangkan Zhousheng Chen tidak mengingat satupun.

Sewaktu Shi Yi berlutut, lupa dengan lututnya yang masih dalam pemulihan, ketika berdiri tiba-tiba merasa sedikit kesakitan. Ada sebuah tangan yang menggenggam samping lengannya, dan mengangkatnya naik: "Kalau ada lain kali, tidak perlu demi memakai cheongsam kamu melakukan hal ini. Sebenarnya kalau pakai baju olahraga juga cukup bagus dilihat." Dia ingat waktu itu ketika tidur di rumahnya, ketika keluar dari ruang tamu, Shi Yi sedang memakai setelan baju olahraga berwarna biru muda, sambil menyilangkan kakinya duduk di tempat yang agak gelap dan telinganya memakai headphone sedang menonton tv.

Terutama ketika belum menyadari kehadirannya, sedang menutup mulut tertawa menonton pertunjukkan di tv.

Dia masih ingat dengan jelas.

"Tidak apa-apa, tidak semua perbannya dilepas, karena itu tidak masalah," Shi Yi bertanya dengan suara kecil: "Dari tadi tidak melihat dirimu?"

"Saya seorang atheis," Dia merendahkan suaranya menjawab, "Karena itu hanya berdiri di luar aula utama, melihat pemandangan."

Kedua orang ini berjalan sampai di luar aula utama, kuil tua ribuan tahun, hanya berdiri disini saja sudah merasa pikiran dan hati perlahan merasakan kedamaian.

"Tetapi saya sangat percaya kepada Buddha," Shi Yi tertawa, "Bagaimana dong?"

Dia menoleh, melihat mata Buddha di dalam aula utama: "Sepenuhnya menghormati."

"Apa yang terlihat olehmu?" Shi Yi penasaran.

"Apa yang terlihat?"

"Maksudku, kamu melihatnya, rupanya terlihat seperti apa?"

Karena pertanyaannya, Zhousheng Chen jadi bertambah lihat sekali: "Belas kasihan."

Shi Yi melihat samping wajahnya, tidak berkata apapun.

Ada orang yang walaupun sudah lupa segala sesuatu, wajah dan suara pun berubah, tetapi dalam dirinya tetap tidak akan berubah.

Dalam sekejap, ada bayangan yang berlapis dengan dia yang ada di depan, bayangan itu juga pernah berkata, Sakyamuni meninggalkan istri dan anaknya, berjalan menuju kehampaan, karena belas kasihan dengan orang banyak. Shi Yi ingat dengan jelas, karena itu tidak pernah menyalahkan apa yang dia katakan: tidak pernah meninggalkan dunia, hanya meninggalkan Shiyi.

Forever and Ever / One and OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang