Bagian 15

1.5K 165 4
                                    

Langit nampak biru, tak ada awan sama sekali. Namun, hawa siang yang terik, tidak memperlambat perjalanan Mbok Sinem menuju rumah.

Di bawanya anting yang berisi beberapa belanjaan dan dua biji permen gulali berbentuk bunga.

Hatinya gelisah, semenjak kedatangan Septa, banyak hal ganjil yang menyeruak, mencoba keluar dari lubang gelap yang sedari dulu di tutup rapat.

Terlebih saat menyebarnya kabar tentang kematian Mega yang merubah banyak hal. Seakan memperjelas hal buruk yang akan terjadi.

Hutan Kayu Mati, yang tadinya damai. Kini kembali di pasang papan yang bertuliskan "Dilarang Masuk" padahal papan yang dulu terpasang sudah lapuk, dan beberapa warga mulai berani mengambil kayu kering di pinggiran hutan.

Kini, hutan itu kembali menjadi hutan larangan. Karna di dalamnya menyimpan dua jasad perempuan kelam yang darahnya di paksa tumpah oleh keadaan.

Mirah menatap Mbok Sinem, yang semakin lama semakin mendekat. Teh yang tergeletak di atas meja sudah dingin, tak terteguk oleh Mirah yang sedari tadi gelisah.

Saat Mbok Sinem sudah dekat, Mirah menarik tangan Mbok Sinem. "Mbok, ikut saya" ucap Mirah, membawa Mbok Sinem ke arah belakang.

"Ini apa Mbok?" tanya Mirah, menunjuk ke bawah pohon pisang.

Mbok Sinem mengernyitkan dahinya, bingung dengan apa yang di tunjuk Mirah. "Jaket Bu" jawab Mbok Sinem, melihat jaket tergeletak di bawah pohon pisang.

"Saya tau itu jaket, itu jaket saya! Semalem saya kira, saya cuman mimpi. Tapi pas saya keluar saya lihat jaket itu di bawah pohon pisang" Mirah terlihat frustasi.

"Mimpi apa Bu?" Mbok Sinem, masih belum mengerti.

"Saya mimpi ketemu anak kecil, perempuan, telanjang! Saya lihat dia di bawah pohon pisang lagi kehujanan, lalu saya suruh masuk, saya kasih baju. Terus dia nanyain permen yang saya makan kemarin. Gak hanya itu, saya juga liat sosok hitam menggerayangi suami saya! Lalu saya terbangun seakan saya hanya bermimpi" jelas Mirah.

"Celaka" ucap Mbok Sinem tanpa sadar.

"Celaka gimana Mbok?" tanya Mirah panik.

"Bocah itu harusnya hanya di luar, tapi malah kamu suruh masuk!" ucap Mbok Sinem kesal.

"Maksudnya gimana sih Mbok? Dia siapa?"

"Bocah itu gak hanya satu! Satu berhasil masuk, semua juga bebas masuk! Sosok yang hitam itu Wireng, si pembawa petaka" ucap Mbok Sinem dengan mata melotot.

Mirah tak kalah kagetnya "Ya makanya jelaskan dong Mbok! Dia siapa? Wireng siapa?" teriak Mirah tak terkendali.

Mbok Sinem menjauh, mulutnya gelagapan, bahasa tubuhnya menunjukkan ketakutan yang luar biasa. "Maaf.. Maaf.. Mbok sudah gak bisa kerja sama Bu Mirah, ini bahaya" ucap Mbok Sinem, memilih untuk pergi dari hadapan Mirah.

"Loh Mbok? Jelaskan dulu!" ucap Mirah , mencoba menahan kepergian Mbok Sinem.

Namun, Mbok Sinem sudah menjauh, memilih untuk mengabaikan ucapan Mirah.

Membuat Mirah mematung, menatap jaket yang tergeletak di atas gundukan tanah.

"Siapa Wireng? Bocah itu siapa? Kenapa bajuku bisa tergeletak di sini kalau bocah itu hanya ada dalam mimpiku. Apanya yang celaka? Sebenarnya apa yang ada di rumah ini?" guamam Mirah lirih.

RUMAH DINASWhere stories live. Discover now