Bagian 11

1.5K 162 10
                                    

Suasana hutan gelap gulita, bau tanah basah menyeruak, papan yang di tuliskan di larang masuk, di trabas oleh warga. Untuk kedua kalinya Warga kembali memasuki kawasan hutan terlarang.

Plak plak plak

Suara sendal jepit yang beradu dengan tanah becek terdengar nyaring. Tak ada yang bersuara, semua tengah beradu dengan rasa takut masing-masing. Melewati jalan yang di tutupi rumput setinggi dada.

Samar-samar bau anyir menyeruak, padahal tempat kejadian masih jauh.

Bowo jalan sembari menunduk, mengikuti kaki Pak Dadang yang berada di depanya. Sampai sesuatu yang mengerikan terlihat, sepasang kaki penuh nanah dengan jarit serupa tanah berjalan di samping Bowo.

Bowo menahan nafas dalam-dalam. Badanya merinding seketika. Padahal jalan terlalu sempit untuk di lewati berdua, oleh sebab itu semua berjalan satu per satu. Dan jarit itu sangat familiar di mata Bowo.

"Wooo..." bisik sosok itu lirih. "Kabeh bakal kebukak Wo.. Matiku bakal ndarakne awkmu kabeh omong" (semua bakal kebuka Wo.. kematianku akan membuat kalian semua bicara) imbuh sosok itu tepat di telinga Bowo.

Bowo berhenti, matanya berkunang-kunang, mendadak lemas seketika.

Warga lain yang berada di belakang Bowo mengangkat bahu Bowo saat badan Bowo terlihat mau ambruk ke tanah.

"Heh, Wo! Opo o?" (kenapa?) tanya warga menepuk-nepuk lengan Bowo.

"Pakde.. durung di tulungi ae, wonge wes marani aku!" (Belum di tolong saja, orangnya sudah menghampiri saya) rintih Bowo, ketakutanya membuatnya susah berbicara.

"Itu mung pikiranmu ae! wes gek ndang di lekasi ae ben ndang bar" (Itu hanya fikiranmu saja! Sudah ayo cepat di mulai supaya cepat selesai) ucap Pak Dadang mengangkat badan Bowo, lalu menggandengnya ke tempat kejadian.

Warga kembali berjalan, mengikuti seutas tali yang di ikat oleh salah satu warga yang pertama kali menemukan Mega.

Lambat laun, bau anyir semakin menyeruak, semakin menyeruak, semakin menyeruak, hingga sesuatu yang tergantung pada sebuah pohon membuat semua badan bergetar ketakutan.

Semua semakin ketakutan saat melihat sosok Mega yang tak hanya tergantung, namun perutnya koyak, menampilkan usus yang berhamburan. Matanya juga melotot, bersama darah yang keluar dari mulut, dan hidung.

"Huuekkk huekkk" Bowo memuntahkan seluruh isi perutnya, saat darah segar masih menetes dari perut Mega yang koyak.

"Ampuk Pakde Dadang!! Kula mboten kuat!!" (Ampun Pak Dadang! Saya gak kuat!!) teriak Bowo.

Semua warga tak kalah takutnya, semua tak ada yang berani menurunkan Mega.

"Kalau begitu! Mayat ini biarkan saja menggangtung di sini! Ini kan yang kalian mau? Dulu juga begitu kan? Sampai papan itu terpasang, dan kalian tidak bisa lagi masuk ke hutan ini! Yasudah kalau memang tidak ada yang mau nurunin si Mega! Kita pulang sekarang! Tapi jangan ada yang bilang kalau mayat itu belum di kuburkan, tutup mulut kalian rapat-rapat!" ucap Pak Dadang berjalan pulang terlebih dulu.

Warga yang sudah ketakutan, tak ada yang mau tinggal di lokasi kejadian. Semua berlari, pulang ke rumah masing-masing. Sekali lagi peristiwa kelam terjadi, nyawa yang hilang tanpa di kubur ke dalam tanah, membawa kembali sosok mengerikan ke dalam Desa Rantru.

*Hallo semuanya, "Rumah Dinas" sudah sampai "Bagian 11" tulis di kolom komentar untuk saran, dan jangan lupa vote agar jiku bisa update sesering mungkin. Nuhunn

RUMAH DINASDove le storie prendono vita. Scoprilo ora