Enam belas

315 38 9
                                    

Happy Reading!

Didalam kamar bernuansa serba putih, kini Septi sedang membaca novel yang beberapa Minggu lalu ia beli bersama April dan Fatma. Dengan di temani beberapa cemilan favoritnya.

Setelah selesai membaca beberapa halaman. Kini rasa bosan pun muncul.

"Ck, bosen banget gue" keluhnya sambil menutup novel, dan meletakkan kembali di atas meja. "Bang Mahes lagi ngapain ya?, Samperin ah" lanjutnya lalu berjalan menuju kamar Mahesa, yang terletak di samping kamarnya.

"Bang" panggil Septi, saat ia memasuki kamar Mahesa. Terlihat Mahesa yang sedang fokus ke arah layar laptop nya.

"Hm" Mahesa hanya bergumam menjawabnya, dengan pandangan masih fokus ke depan.

Septi pun duduk di kasur king size milik Mahesa. "Lagi ngapain?" tanya Septi.

"Lagi liat-liat Universitas yang bagus, kan bentar lagi gue lulus" jawab Mahesa.

Septi pun mengangguk. "Emang lo mau kuliah dimana?"

"Di Amerika"

"HAH?!" teriak Septi saking kagetnya. Lalu ia berdiri dan menghampiri Mahesa. "Lo mau kuliah di Amerika?" tanyanya.

"Baru rencana sih, tapi kemungkinan sih gitu. Soalnya Ayah sama Bunda juga udah tau. Dan mereka ngizinin" jawab Mahesa lalu menatap Septi.

"Kenapa lo gak bilang sama gue?" tanya Septi, bagaimana ia tidak terkejut, sedari kecil ia dan Mahesa tidak pernah berjauhan. Dan sekarang Mahesa akan pergi ke Amerika?, Oh, please lah Septi tidak siap berjauhan dengan Mahesa.

"Kan ini gue bilang" jawab Mahesa, lalu berjalan menuju kasur dan duduk. Diikuti Septi.

"Maksud gue kenapa lo baru bilang sekarang?, Gue belum siap jauh dari elo Bang" ujar Septi yang merasakan matanya mulai memanas. Mungkin sebenar lagi akan menangis. "Kalo lo gak ada gue gimana?, Kalo gue kangen gimana?, Terus kalo gue pengen curhat, gue curhat sama siapa?" lanjutnya.

Mahesa pun hanya diam, sebenarnya ia juga berat jika harus meninggalkan orang-orang terdekatnya. Meninggalkan keluarganya, tapi kuliah di Amerika adalah impian nya sejak dulu. Dan sekarang, ia sudah mendapatkan izin dari kedua orangtuanya. Dan ini adalah kesempatan emas untuknya.

Mahesa pun menepuk kasur di sebelahnya, menyuruh Septi agar duduk di sampingnya. Setelah itu ia mengusap rambut Septi lembut.

"Lo tau kan, kuliah di Amerika itu impian gue dari dulu?" tanya Mahesa diangguki Septi. Ia memang tahu tentang impian Mahesa untuk bisa kuliah di sana.

Mahesa pun tersenyum. "Dengerin gue, kalo lo kangen sama gue, kita kan masih bisa telponan" ujar Mahesa dengan nada lembut. "Gue gak lama ko di sana, cuma 4 tahun" lanjutnya sambil terkekeh.

"4 tahun itu lama Banget!"

"Gak akan lama ko, kalo kita terbiasa. Lagian juga gue mau sekalian nyari cewek bule biar merubah keturunan" ujar Mahesa membuat Septi memukul lengannya kesal. Sementara Mahesa hanya cengengesan. "Jadi gimana, lo izinin gue pergi kan?"

Dengan berat hati, Septi pun akhirnya mengangguk ragu. Ia tidak boleh egois, bagaimana pun juga, Mahesa berhak menentukan pilihan untuk hidupnya. Dan ia tidak mau menjadi penghalang untuk masa depan Mahesa.

Revano (On Going)Where stories live. Discover now