Empat belas

349 40 8
                                    

Happy Reading!

______________________
Masa lalu itu bukan untuk diratapi. Melainkan untuk di jadikan pelajaran berharga
~Septia Putri Wijaya
______________

"Assalamu'alaikum" salam Revan saat ia masuk ke dalam rumahnya.

"Wa'alaikumsalam" jawab semua penghuni rumah, yang sedang duduk di ruang tamu.

"Loh, Papa udah pulang dari London. Sejak kapan?" tanya Revan saat melihat Papanya ada di rumah. Angga memang selalu sibuk bolak-balik luar negeri hanya untuk urusan bisnisnya.

Angga pun mengangguk. "Iya tadi pagi pas kamu udah berangkat sekolah. Papa sampe rumah" jawab Angga.

"Tapi Papa bawa oleh-oleh kan buat Revan?" tanya Revan membuat Sarah menggelengkan kepalanya. Putra sulungnya ini masih saja seperti anak kecil, jika sudah bertemu dengan Papanya.

"Bawa dong, udah Papa taro di kamar kamu"

"Hehe makasih Pa" ucap Revan dengan mata berbinar. "Oh iya, Raisa kemana Ma?" tanya Revan saat tidak melihat adik satu-satunya itu.

"Lagi tidur"

"Tumben tidur jam segini?, Biasanya jam segini udah bangun"

"Iya tadi dia tidurnya telat, biasalah kalo ada Papa di rumah. Jadi nempel terus sampe gak mau tidur siang" jawab Sarah diangguki Revan.

"Yaudah Revan ke kamar dulu deh" sebelum Revan berjalan menuju kamarnya, Angga sudah menahannya terlebih dahulu.

"Bentar dulu Bang, Papa mau ngomong"

"Ngomong apa Pa?"

"Nanti malem Papa di undang makan malem di rumah temen Papa, kamu juga ikut ya" ujar Angga membuat Revan mengangguk saja. Sebenarnya dia sangat malas, tapi tidak mungkin juga ia menolak permintaan Papanya. "Kalo gak salah temen Papa punya anak perempuan yang seumuran sama kamu deh" lanjutnya.

"Siapa Pa?"

"Hmm siapa ya namanya, gak tau deh Papa lupa lagi" ujar Angga membuat Revan menggeleng. Lalu ia berjalan ke kamarnya setelah berpamitan lagi.

***

Malam ini, di dalam kamar yang lumayan luas. Terdapat seorang gadis yang sedang memandangi foto dirinya bersama seorang lelaki. Perlahan air matanya menetes saat kenangan bersama lelaki itu terputar kembali di kepalanya. Septi rindu lelaki ini, andai saja dulu mereka tidak berpisah mungkin sampai sekarang hubungan mereka masih berjalan. Ia sangat benci situasi seperti ini. Ia benci selalu menangisi masa lalunya yang begitu menyakitkan.

Inilah Septi, selalu terlihat baik-baik saja. Tetapi ketika sendiri, ia tidak bisa berbohong. Nyatanya ia rapuh.

Perlahan ia mengusap gambar seseorang yang sedang merangkulnya di foto itu. "Ren, kenapa kamu ninggalin aku gitu aja?" monolog Septi sambil terisak. Lalu setelah nya ia menggelengkan kepala. Perlahan ia mengusap air matanya lalu kembali menatap foto itu. Tanpa aba-aba ia merobek foto itu hingga menjadi kepingan tak terbentuk.

"Gue harus bisa lupain Rendy, dia udah ninggalin gue. Gue gak boleh larut dalam masa lalu. Karena masa lalu itu bukan untuk diratapi, tapi untuk di jadikan pelajaran hidup" ujar Septi lalu membuang kepingan foto itu.

Tak lama seseorang mengetuk pintu kamarnya. Membuat Septi buru-buru menghapus air matanya yang masih tersisa, lalu mulai membuka pintu.

"Kenapa Bun?" tanya Septi saat mengetahui ternyata Maya yang mengetuk pintunya.

"Cepetan ganti baju, bentar lagi mau ada tamu" ucap Maya.

"Siapa Bun?"

"Temen Ayah mau makan malam disini sama keluarganya" jawab Maya. "Cepetan kamu ganti baju ya, dandan juga biar cantik" lanjutnya.

Septi pun menurut saja, ia segera mengganti baju santainya dengan baju yang lebih sopan. Lalu mencuci mukanya agar tidak terlihat habis menangis.

***

"Apa kabar lo?" tanya Wijaya kepada Angga, saat mereka sudah berkumpul di meja makan. Keluarga Anggara memang sudah sampai di rumah Septi sejak 15 menit yang lalu.

"Baik banget, lo gimana?" Angga balik bertanya. "Btw katanya Lo punya anak cewek, ko gak keliatan?"

"Ada masih di kamarnya bentar lagi juga turun" kini Maya yang menjawab pertanyaan dari Angga. Mereka ber-empat memang teman SMA dulu. Dan sampai sekarang silaturahmi nya masih terjaga.

Tak lama Septi pun turun dari kamarnya menuju ke meja makan. Ia tersenyum ramah kepada Angga dan Sarah, lalu duduk di samping Mahesa yang sejak tadi hanya diam menyimak percakapan para orang tua di depannya.

"Nih baru juga di omongin udah dateng" ujar Wijaya tersenyum kepada Septi.

"Kakak cantik banget" ujar seorang gadis kecil membuat Septi tersenyum.

"Hai kamu juga cantik. Namanya siapa?" tanya Septi mencolek pipi chubby gadis itu.

"Laisa kak" jawab Raisa yang masih belum lancar menyebut R.

"Laisa?" tanya Septi.

"Raisa" koreksi Sarah.

"Oh namanya Raisa, cantik kayak orangnya"

"Kakak namanya siapa?" tanya Raisa, ia sangat suka kepada Septi.

"Nama aku Septi"

"Kak Septi" ucap Raisa membuat Septi gemas.

***

"Lah, ini kan rumah nya Septi" monolog Revan saat berada di depan rumah Septi. "Bener kok ini alamatnya, gak mungkin salah" lanjutnya sambil memperhatikan lokasi yang Angga kirim tadi.

Setelah berfikir cukup lama, akhirnya ia memasuki rumah Septi.

"Assalamu'alaikum" salamnya.

"Wa'alaikumsalam"

"Sayang kamu sampe juga" ujar Sarah kepada Revan.

"Revan ngapain?" tanya Septi sedikit kaget.

"Ternyata kalian sudah saling kenal?" tanya Angga menatap Revan dan Septi bergantian.

"Ternyata Revan anak lo Ga?" tanya Wijaya tak menyangka.

"Lo juga udah kenal sama anak gue?"

Wijaya pun mengangguk. "Iya gue kenal.

"Wah pas banget kalo gitu, gimana kalo kita jodohin mereka aja" ujar Angga diangguki Wijaya.

"HAH?!. DI JODOHIN?!" teriak Revan dan Septi kompak.


To be continue

Lagi rajin update nih, semoga kalian juga rajin ya ngevote+komen setiap baca cerita ini. Biar kita sama-sama rajin wkwkk.

Gimana part ini menurut kalian?

Aku mau ngucapin makasih buat kalian yang selalu vote+komen cerita ini. Sayang kalian banyak-banyak❤️❤️

Mohon maaf kalo banyak typo. Karena manusia tidak pernah luput dari kesalahan.

See you next part!

Revano (On Going)Where stories live. Discover now