Sepuluh

404 50 19
                                    

Happy Reading!

Setelah Revan berpamitan untuk pulang, kini Wijaya dan Mahesa berjalan menuju kamar Septi.

"Ayah udah ngasih lampu hijau aja buat Revan" ujar Mahesa ketika mereka berjalan menyusuri tangga, karena kamar Septi ada di lantai atas.

"Lampu hijau gimana bang?"

"Ck. Itu tadi Ayah bilang sama Revan, katanya suka kalo dia deket sama Septi" jawab Mahesa.

"Ya, Ayah emang suka, keliatannya Revan orang baik tuh. Dia juga bela belain ikut nyariin Septi sampe ketemu lagi" ujar Wijaya sambil melirik Putra sulung nya sekilas lalu lanjut berjalan.

Sementara Mahesa hanya mendengus. "Tapi Yah, nanti si Revan nya kesenengan. Terus nanti dia nembak Septi, terus kalo di terima otomatis Septi langkahin Mahes dong yah. Gak sopan banget" ujar Mahesa membuat Wijaya menggelengkan kepala.

"Makanya Abang cari pacar dong, biar gak di langkahin adik kamu" balas Wijaya sambil terkekeh, membuat Mahesa kesal.

Setelah mereka sampai di depan kamar Septi. Wijaya langsung membuka pintu dan masuk diikuti Mahesa. Di sana, ada Septi yang sedang berbaring, dan Maya yang sedang mengusap usap pergelangan kaki kiri Septi yang tadi sedikit terkilir.

"Gimana keadaan Septi Bun?" tanya Wijaya lalu duduk di atas kasur king size milik Septi. Sementara Mahesa duduk di kursi belajar Septi.

"Kayaknya sedikit terkilir Yah" jawab Maya.

"Perlu di bawa ke tukang urut gak?" tanya Wijaya yang langsung mendapat gelengan tegas dari Septi.

"Gak usah Yah. Septi gak pa-pa kok, paling besok juga sembuh" sahut Septi. Dia sangat takut di urut, pasalnya dulu waktu dia masih TK, dia pernah bermain lari larian dengan Mahesa, dan berakhir ia jatuh membuat tangannya terkilir dan harus di urut. Sampai saat ini, ia masih sangat takut dengan yang namanya diurut, karena rasanya yang sangat sakit.

"Di urut aja udah. Daripada lo gak bisa jalan" sahut Mahesa sengaja.

"Ih gak usah Septi gak mau Yah"

Wijaya dan Maya hanya menggeleng. "Yaudah kamu gak akan di urut" ujar Maya membuat Septi bernapas lega.

Setelah itu Wijaya dan Maya pergi dari kamar Septi. Kini hanya ada Septi dan Mahesa di sana. Perlahan Mahesa beranjak dari duduknya, dan memilih untuk duduk di pinggir kasur menghadap Septi, yang sedang bersandar.

"Sep" panggil Mahesa pelan. Septi pun menoleh dan mengernyit seolah berkata kenapa?

Mahesa berdehem sambil memperbaiki posisi duduknya, ia duduk bersila menghadap Septi sambil menatap adiknya itu dengan tatapan mengintimidasi. "Gue mau nanya, tapi lo jawab jujur" ucap Mahesa membuat Septi gugup. Ia memilih diam menunggu apa yang akan di ucapkan Mahesa selanjutnya. Sebenarnya ia sudah tau apa yang akan di tanyakan, pasti soal kenapa ia bisa terkunci di gudang. "Lo kenapa bisa kekunci di gudang?" tanyanya, tepat seperti dugaan Septi. "Apa ada yang sengaja ngunciin lo?, Siapa?" lanjutnya membuat Septi bingung harus menjawab apa. Sebenarnya Septi tidak mau memberi tahu Mahesa atau pun yang lainnya. Karena ia tidak mau memperpanjang masalah. Tapi jika tidak di beritahu pun Mahesa akan tetap mencari tahu sendiri. Dan berakhirlah ia akan marah, karena Septi berbohong.

"Jujur sama gue Sep. Lo gak perlu takut. Gue ini Abang lo. Kalau sampe gue gak tau masalah apa yang lagi lo hadapi, dan gak bisa bantuin lo, gue ngerasa gak guna jadi Abang. So please be honest, don't cover it up" lanjutnya panjang lebar. Jika sudah begini Septi tidak bisa berbohong.

Revano (On Going)Where stories live. Discover now