0.1

37 19 7
                                    

.
.
.

Gadis berambut hitam sepunggung itu merapikan bukunya dan memasukkannya dalam tas. Bel sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu, tapi kelas mereka baru saja mengakhiri pelajarannya sekarang. Ini semua karena ulah salah satu teman kelasnya yang tidak mengerjakan tugas Fisika. Alhasil, mereka semua dihukum untuk mengerjakan tiga puluh soal Fisika dan tidak boleh pulang sebelum selesai mengerjakannya.

Ia melirik arloji yang ia kenakan di tangan kirinya. Pukul tiga sore. Gadis itu menghela napas dan segera beranjak keluar kelas. Langkah kakinya terburu-buru. Ia menembus kerumunan siswa yang masih sibuk berbincang-bincang sambil menunggu jemputan di depan sekolah dengan langkah lebar. Gadis itu celingukan sambil mencari di mana mobil jemputannya.

Seseorang dari dalam mobil membuka jendela dan melambaikan tangan padanya. Tanpa perlu melihat dua kali, gadis itu langsung tahu kalau itu Pak Eko, sopir pribadinya. 
Gadis itu menyeberang jalan dengan hati-hati, lalu dengan cepat membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

Dengan gelisah ia memandang jam tangan yang melingkar manis di tangannya. Harap-harap cemas, semoga ia masih sempat membeli makan dan mengunjungi rumah sakit tempat temannya dirawat.

"Pak, beli makanan dulu ya, baru ke rumah sakit," putusnya.

Semoga saja perkiraan waktunya tidak meleset.

"Siap, Non."

Pak Eko pun tancap gas menuju destinasi yang diinginkan. Tidak membutuhkan waktu yang lama, ia sampai di sebuah restoran ayam goreng yang lumayan terkenal di kotanya. Dengan segera, ia mengantre dan memesan menunya.

Sekitar kurang lebih dua puluh menit menunggu, ia berjalan keluar restoran sambil menenteng tiga buah kresek berisi menu ayam goreng yang sudah menjadi langganannya.

Saat berjalan menuju parkiran, ponsel pintarnya berdering. Sebuah nama yang muncul di layar membuatnya tak menunda apalagi menolak panggilannya.

"Halo ma?"

"Kamu di mana? Kenapa belum sampai rumah?"

Gadis itu menghela napas. Sudah ia duga mamanya akan bertanya seperti itu. Dalam hati ia juga berpikir, kira-kira siapa yang membocorkan pada mamanya kalau ia sedang tidak ada di rumah saat itu?

"Di resto, lagi beli makan buat tugas kelompok."

"Tugas kelompok apa lagi?"

"Tugas kelompok fisika. Nanti aku pulang agak malam, sekitar jam delapan, mungkin."

Terdengar suara helaan napas di seberang sana. "Oke. Jangan lupa Cepat foto terus kirim ke mama."

"Iya, nanti aku foto semuanya."

Setelah mengatakannya, telepon itu diputus sepihak. Gadis itu menghela napasnya lagi. Selalu saja seperti itu. Mamanya tidak pernah menanyakan keadaannya ataupun khawatir dengannya. Mungkin khawatir, iya. Tapi bukan serta merta karena dirinya, melainkan hanya demi harga diri mamanya. Ralat. Mama dan papanya.

Karena itulah ada banyak mata yang selalu mengawasinya ke mana-mana. Sudah izin atau belum, ia pergi ke mana saja, atau sedang bersama siapa. Selalu dimintai bukti foto atau video. Seburuk itukah kelakuannya di mata orang tuanya? Entahlah.

Ia sendiri tidak pernah benar-benar pergi ke tempat-tempat yang dikunjungi oleh anak seusianya pada umumnya. Seperti ke tempat tongkrongan, menginap bersama di villa, ke tempat karaoke, bahkan pergi ke mall sendiri saja tidak pernah. Kalau tidak bersama salah satu asisten orang tuanya, ia harus ditemani oleh teman-teman yang sudah papa mamanya pilih sebagai temannya. Tidak asik. Sangat memuakkan. Apalagi saat harus berlagak seperti orang lain di depan semua orang.

"Non? Sudah?"

Lamunannya buyar. Tahu-tahu saja Pak Eko sudah ada di hadapannya dan membukakan pintu mobil untuknya.

"Ah iya pak. "Habis dari rumah sakit, ke rumah teman saya ya, pak. Nanti saya kasih alamatnya."

"Sudah izin sama nyonya?"

"Sudah pak. Bapak jangan bilang-bilang kalau saya ke rumah sakit ya pak."

"Siap non. Kalau itu bapak ngerti."

Gadis itu tersenyum. Memang, pak Eko yang paling mengerti dirinya selain bibi Ema--salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Tanpa disogok dengan sebagian uang sakunya pun, kedua orang penting itu selalu mengerti dan bersimpati padanya.

"Oh ya pak. Ini saya beli lebih makanannya buat bapak. Jangan lupa dimakan ya."

***

Sambil menenteng satu kresek berisi makanan, gadis itu melangkah cepat menuju kamar rawat inap yang sudah ia hapal di luar kepala. Sudah hari keberapa, ia lupa. Yang jelas, sejak hari pertama Alara masuk rumah sakit, ia sudah ada di sana. Meskipun ia tidak bisa berlama-lama saat mengunjunginya.

Waktunya sungguh terbatas. Salah langkah sedikit saja, bisa jadi dia dihukum oleh papa mamanya. Ia menatap pintu kamar yang bertuliskan angka 317. Dengan sopan, ia mengetuk pintu lalu membuka perlahan. Di sana, ia melihat ibu yang kini menatap ke arahnya.

"Sore tante," sapanya sambil membungkuk sopan.

"Oh iya. Masuk aja nak, sini."

Ia tersenyum, menghampiri ibu Alara yang tampak kurang sehat. Keadaannya lumayan memprihatinkan, semenjak tahu kalau anaknya dirawat di rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri.

 "Tante sudah makan?"

Wanita itu menggeleng pelan. Gadis yang masih berseragam sekolah lengkap itu menyentuh lengan wanita itu lembut.

"Tante, ini saya bawakan makanan. Tante makan dulu, ya? Alara juga tidak ingin melihat tante sakit."

Ibu Alara menatap gadis itu dengan senyum lembut. Matanya berkaca-kaca. Rasa bersalah kembali menyeruak dalam dirinya. Wanita itu merasa gagal sebagai ibu. Selama ini, ia berlaku kasar pada Alara. Ia sangat bersyukur dengan kehadiran gadis yang setia menemani Alara sejak anak semata wayangnya itu koma.

"Terima kasih, Nak. Terima kasih sudah berbuat baik pada Alara. Ia pasti bangga memiliki teman sepertimu."

Gadis itu hanya dapat tersenyum tulus sebagai jawabannya. Ia memandang Alara yang masih tertidur dengan berbagai alat bantu hidup itu dengan perasaan berkecamuk. Ia ikut duduk di sisi ranjang dan menggenggam tangan Alara yang dingin.

Alara, kapan kau akan membuka matamu lagi?

.
.
.

Tbc

************************************
Published : 21 Mei 2021

Jumlah kata : 878 kata

Hmm setelah 15 chap Rina memutuskan untuk mengeluarkan chap ini--lebih tepatnya nyelip di sini wakakak

Adakah yang mau nebak dia siapa?

Hmm belum ada gambaran yang jelas sih ya, tapi Rina ada rencana kalau chap sudut pandang si teman Alara ini muncul tiap 5 chap nya Alara.

Dan karena WV udah nyentuh 25k, kayaknya Rina mau istirahat ngegame dulu //heh

Tapi sungguh, Rina butuh refreshing sambil mikirin misi berikutnya :"

Oke segitu aja~ sampai jumpa kapan kapan♡

Water Voice [ON GOING]Where stories live. Discover now