4. Memori dan Misi Pertama

90 28 16
                                    

Jika ada orang berkata, penyesalan selalu datang di akhir... itu benar.

Tapi jangan sekali-sekali kau berlarut dalam penyesalan itu.

Sebab, kehidupan hanya berjalan dengan satu alur.

Alur maju, bukan alur mundur.
.
.
.

'Chapter Sebelumnya'

Red menjeda perkataannya sebentar lalu melanjutkan dengan suara yang tertelan angin.

"Kuharap pohon itu nanti yang akan membawamu kembali."

***

Alara mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia memindai sekitarnya yang gelap dan sepi. Hanya ada sedikit cahaya yang membantunya untuk melihat sekitarnya dengan jelas.

Sambil melayang dalam air, Alara menoleh ke sana kemari untuk mencari bantuan. Nihil. Hanya ada dia di sana. Tenggelam dalam air yang tidak tahu di mana letak permukaan dan dasarnya.

Alara merasakan sesak saat panik melanda. Ia berusaha sebisa mungkin untuk naik ke permukaan, tapi tubuhnya hanya bergerak di tempat saja. Payah... kakinya seperti diikat oleh tali magis tak terlihat, menjebaknya di tengah air yang berusaha menenggelamkan dirinya.

"Alara Aerwyna."

Kepalanya pusing. Suara yang terdengar familier itu kini terus bergema dalam kepalanya.

"Alara Aerwyna..."

"Alara..."

Gawat, ia mulai kehabisan napas. Sesak dan nyeri... ia tidak kuat.

"Alara?"

Perlahan matanya tertutup dan tubuhnya berhenti bergerak. Sejenak ia merasa dejavu dengan apa yang ia alami saat ini.

"Alara?"

"Alara!"

"Hei!"

Alara terkejut bukan main. Beruntung, kini yang ia lihat saat membuka mata bukan sebuah lautan gelap tanpa ujung, melainkan wajah khawatir Lavender yang sedang membangunkannya.

"Hei, apa kau tak apa?"

Alara mengangguk kaku dan bangkit dari tidurnya. Jujur saja, ia syok dengan apa yang ia alami barusan.

Mimpi kah?

"Baiklah kalau begitu. Tadi kau berteriak keras sekali, kupikir ada sesuatu yang mengganggumu."

Water Voice [ON GOING]Where stories live. Discover now