"Jangan marah, Damares. Lo cinta kan sama Indri? Dan nggak mau kalah dalam taruhan ini. Sebenarnya taruhan ini mudah, lo aja yang mempersulit!" sekali hentakan, tangan Damares terlepas menarik kerah bajunya.

"Lo itu orangnya nggak mau kalah dan mau menang terus! Ini mudah, tinggal lo biarin gue bahagia sama Auva dan gue akan kasi 40 juta ke lo!"

"Sampai kapanpun! Auva milik gue!"

"Tamak!"

Mereka yang sudah tersulut emosi memilih pergi setelah melempar tatapan kematian dan Damares yakin setelah ini ada penyerangan dari Ferdy karena Julian sudah keluar dari rumah sakit.

🐈

Banyak yang menganggu pikiran Damares. Ia belum bisa melepaskan Indri dan tak ingin Auva jatuh kedalam pelukan Ferdy.

Katakan ia tamak terhadap perempuan. Ia belum bisa menentukan pilihannya, bagaimana pun Indri pergi karena pertengkaran dia dan Ferdy. Tapi sekarang gadisnya telah kembali.

Tama menepuk pelan pundak anaknya dan duduk bersebrangan dengan Damares. Lelaki itu berads dibalkon kamarnya.

"Perempuan lagi?" Tama sudah tau.

"Nak, ambil keputusan segera sebelum kamu menyesal dikemudian hari." Tama tau Indri dan tau Auva juga.

"Yah, apa Damares salah?" tanya nya lirih.

"Salah banget lo! Kenapa nggak jemput gue dibandara! Ditelpon nggak diangkat, mau jadi adik durhaka lo!" bentak seorang gadis cantik dengan wajah yang sedikit kebulean.

Berkacak pinggang saat berhadapan dengan Damares. Lelaki itu tersenyum kecut, menatap Ayahnya penuh pertanyaan.

"Ayah... Kenapa harus Kak Echa!"

Teresha Aldeera Alexander, Kakak sepupu Damares yang kuliah di amerika kini kembali dihadapannya.

Menarik telinga Adiknya membuat Damares mengaduh kesakitan.

"Kenapa lo nggak suka gue datang hah! Kurang ajar banget lo jadi Adik! Nggak pernah nelpon, nggak pernah kasi kabar!"

Tuhkan, Kakaknya ini bawel. Makanya Damares kurang suka, tapi ia tetap merindukan Teresha. Tama hanya tertawa saja melihat itu.

Kemudian mereka berakhir dimeja makan. Makan malam bersama.

"Oh iya, bagaimana study-mu, Echa?" tanya Tama membuka pembicaraan.

Meletakkan sendok dan garpunya. Memandangi Damares kemudian, Ayah. "There my brain is working hard, Dad. It feels like my head wants to break when dealing with the material, the activities too, and I like freedom like now. Make my life a little better," keluh Teresha.

"Bicara pakai bahasa indonesia, gadis bule," cibir Damares disela makannya.

"Dengarkan Kakakmu ini. Apa pangeran bermulut pedas gue ini punya kekasih baru?" tanyanya menggenggam tangan Damares.

Lelaki itu berdecak, meletakkan sendok dan garpunya kasar. "Stop! Jangan panggil gue pangeran! Gue udah besar Kak Echa! Sekarang giliran, Damares. Kapan Kak Echa pulang ke amerika?"

"Lihat, Ayah. Baru saja Echa datang. Pangeran kecil mulai menanyakan kepulangan, Echa!"

"Kak Echa!"

"Baiklah, Damares Racanino Alexander! Gue mendengarnya!"

Teresha melanjutkan makannya yang sempat tertunda karena perdebatan kecil tadi. Tama---Ayah hanya tersenyum, mereka tak pernah tak berdebat tentang hal kecil.

"Kenapa harus kesini sih!" sungut Damares kesal saat selesai makan, menatap Kakanya bengis.

"Gue kuliah online! Salah gue pulang kesini?" Teresha menatap sengit Damares.

"Salah besar!"

"Sialan lo! Ayah coba lihat, Damares!" sudah kehabisan akal, Teresha mengadu pada Tama.

"Anak kecil!" ketus Damares berdiri dari duduknya menuju ruang keluarga.

Sudah lama mereka tak kumpul berdua saja. Kini ditambah Teresha, Kakak sepupu Damares yang datang ke Indonesia karena ingin liburan terlanjur kuliah online selama setahun.

Bahkan diruang keluarga saat duduk dikarpet bulu, mereka masih sempat bertengkar.

"Masih sama Indri lo?" tanya Teresha yang memang mengenal Indri sejak mereka pacaran dulu.

"Sekarang Ayah punya cucu. Kemarin ada main kesini, perempuan lucu lagi," timpal Ayah.

Teresha membulatkan matanya sempurna. "What! Anak sama Ayah sama aja! Ngehamilin anak orang duluan!"

Teresha mendapatkan pukulan keras dari Damares. Tama sih B aja, karena ia mengakui kehadiran Damares kesalahan satu malamnya dulu.

"Gue nggak hamilin anak orang! Gue sama Ayah beda!"

"Halah dikasi juga mau," ledek Tama pada anaknya.

"Benar tuh, Yah," sahut Teresha.

Damares berdecak sebal. Apa semua keluarganya tak tau malu dan mulai gila, malahan Teresha dan Ayahnya kompak mengejek dirinya saat ini.

Karena kesal. Damares memilih masuk kedalam kamarnya saja.

"GUE MAU LIHAT KEPONAKAN GUE, DAM!!" teriak Teresha.

"NGGAK! SAWAN NTAR ANAK GUE LIHAT MUKA LO!!" tolak Damares berteriak menaiki anak tangga.

"Sialan!"

-JAGA JARAK KEMATIAN-



SEE YOU

P R A G M A ✓ (TERBIT & LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang