14

5 1 0
                                    

   Rumah minimalis yang berada di ujung Jalan Anggrek itu terlihat amat sepi. Berbalik terbalik dengan keramaian di luar jalan. Rupanya si pemilik rumah tengah tiada. Tampak di salah satu kamar ada seorang gadis berparas cantik dengan rambut hitam yang di kucir ikal duduk di depan cermin.
   "Mana rumah kosong lagi! Semoga saat aku berangkat mereka belum pulang" ujar Syifa pada dirinya sendiri
   Syifa tak mungkin di jemput oleh lelaki selain Alex. Mungkin serangan jantung akan menyergapnya.
   Syifa turun melewati anak tangga. Sengaja menanti kehadiran kekasih hatinya di ruang tamu. Tentang kepergiannya bersama Udin, seperti biasa ia tak perlu mengajak Alex untuk menemaninya. Ia hanya berpesan pada Alex, jika di tanya Ibunya, bilang saja bahwa ia pergi bersama nya.
   Tak jarang Alex terpaksa memberi pengakuan dusta pada Ibu sahabatnya. Walau sebenarnya, Alex merasa tak enak hati membohongi Ibu Syifa. Tidak ada cara lain. Demi kebahagiaan sahabatnya.
   "Jam segini udahan. Keburu mereka pulang entar. Aduh, Din" gerutu Syifa setelah lama menanti Udin yang tak kunjung hadir.
   Syifa meraih ponsel yang tersimpan di saku celananya. Ia mulai menyalakan koneksi internet. Mencari kontak yang bernamakan W. Qomarudin❤️. Kemudian menempelkan ponsel di telinganya.
   "Tidak aktif lagi. Kayaknya di lupa! Haduh...kebiasaan yang harus di musnahkan!" gerutu Syifa ditambah dengan emosi nya ya g naik turun.
   Saat pikirannya tengah berkecamuk. Dan juga rasa khawatir menyelusup seluruh aliran nadinya, Syifa menangkap suara motor sempurna berhenti di halaman rumahnya.
   Walaupun halamannya tidak cukup luas. Tapi cukuplah untuk memarkirkan sebuah motor matic.
   Mata bulatnya berbinar. Senyumnya lahir. Dari semula hati yang berkecamuk berubah seratus delapan puluh derajat. Degup jantung nya terdengar amat kencang.
   Syifa melesat menuju pintu utama. Disana terdengar daun pintu meraung-raung memangil namanya. Ia tak sabar menjdit saksi bertemu pandang sepasang kekasih yang akan keluar malam ini.
   Syifa menarik daun pintu. Dibelakang nya berdiri lelaki dengan mata kelabunya. Sepertinya lelaki itu akan mengetuk pintu. Tapi terlebih dahulu di buka oleh empu nya.
   "Hmmm...akhirnya!" Celetuk Syifa sembari memamerkan muka kusutnya.
   "Assalamu'alaikum, cantik!" ucap Udin dengan lembut. Berniat ingin menghancurkan rambut Syifa yang di kucir ikal. Tetapi ia urungkan.
   "Iya! Wa'alaikumsalam" jawabnya singkat. Masih dengan muka yang kusut.
   "Kenapa? Masih marah sama tadi sore? Atau enggak suka aku ada disini?" canda Udin pada kekasih hatinya. Dengan sedikit merubah posisi muka nya, tag semula agak jauh, menjadi sangat dekat.
   "Lamaaa! Beruntung orang tua ku belum pulang. Ayo, buruan!" jawabnya dengan semangat yang asal-asalan.
   Tangan kanan Syifa meraih lengan Udin yang terbalut hodi tebal berwarna hitam pekat itu.
    Udin mengikuti apapun tingkah konyol kekasih hatinya. Sebenarnya, Udin tak suka merahasiakan hal sepeti ini dari ornag tuanya Syifa. Ia ingin orang tua Syifa mengetahui apa yang yang sebenarnya. Tapi tidak, ada hal lain yang membuat Udin urung menemui orang tua Syifa hingga saat ini.
   Jalanan Bandung malam ini ramai lancar. Pengendara tak banyak yang berkeliaran karena memang cuaca yang menghantam bumi Bandung sedang tidak bersahabat. Tapi tidak untuk dua sejoli yang sedang di mabuk cinta.
   Dua sejoli itu benar-benar menikmati perjalanan di malam ini. Mereka terlihat seolah jagat raya ini milik mereka berdua.
   Diam-diam Udin yang berada di depan meraih tangan Syifa lalu mengalungkan pada pinggangnya.
   Syifa tertegun. Ia tak bisa menolak tangan Udin yang meraih tangannya.
  Syifa sengaja mengamati bahu Udin yang hampa. Tanpa keraguan kemudian ia menjatuhkannya.

Antara Senja dan KehilanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang