2. Alasan Hidup

4.8K 513 121
                                    

“Na Jisung, kamulah alasanku bertahan hidup sejauh ini”

***

Na Jaemin tidak masuk kelas di pelajaran terakhir. Ia menghabiskan waktunya untuk mencuci pakaian dan rambutnya yang terkena jus alpukat. Selagi menunggu bajunya kering yang dijemur di atap sekolah, Na Jaemin duduk di bangku panjang dengan kotak P3K di sampingnya.

Tangannya terkena serpihan kaca dan juga cairan bakso yang membuat tangannya memerah bahkan nyaris melepuh. Jaemin membalut lukanya dengan hati-hati. Namun, tidak satupun keluhan yang ia ucapkan. Hanya sebuah senyuman indah yang terukir menghiasi wajahnya.

"Ayah ... Bunda ... kalian di mana?"

Singkat, namun membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan sakit. Jaemin benar-benar merindukan kedua orang tuanya. Merindukan sosok yang jelas-jelas telah membuangnya bersama  adiknya, Na Jisung.

—oOo—


Sepulang sekolah, Na Jaemin tidak langsung pulang ke kontrakannya, ia harus bekerja part time menjadi penjual koran dengan memakai kostum kelinci.

Demi apapun hari itu masih siang, matahari bersinar dengan teriknya, tetapi Jaemin tidak mengeluh meskipun berada di dalam kostum kelinci yang begitu panas. Ia terus menawarkan koran-koran itu pada siapapun yang lewat di depannya.

Bahkan, sesekali ia menggoda anak kecil dan anak itu tertawa karenanya. Ada kesenangan tersendiri ketika Jaemin melihat anak-anak itu tertawa.

"Koran-koran!"

Ditengah padatnya kota, Jaemin terpaksa harus berteriak cukup keras agar suaranya dapat terdengar.

"Korannya, Mas," tawar Jaemin pada seseorang yang baru saja lewat di depannya.

Pria itu menghentikan langkahnya. Jaemin dapat melihat sosok itu dari balik kostum kelinci miliknya, tetapi tidak dengannya.

Lee Jeno?

"Na Jaemin?" tanyanya yang membuat Jaemin membulatkan kedua matanya.

Bagaimana dia tahu?

***

Hari itu sudah menjelang sore, pekerjaannya menjual koran sudah berakhir. Ia memutuskan untuk membuka kostum kelinci dan mengembalikannya ke toko yang sebelumnya ia sewa lantas kembali menghampiri Jeno yang sedari tadi berdiri di sampingnya.

"Ngapain jualan koran?"

"Kamu lucu sekali, tentu saja untuk biaya sehari-hari."

Jaemin tersenyum ke arahnya. Sungguh, senyuman itu selalu membuatnya lupa diri.

"Kenapa kamu datang ke sini? Mau bully aku lagi?"

Jeno tercekat, ia benar-benar tidak menyangka jika Jaemin akan mengungkit hal itu. Ya, memang tindakan Jeno siang tadi sudah keterlaluan.

"Enggak!"

Jaemin tertawa. "Aku tahu kamu orang baik."

Mendengar perkataan Jaemin membuatnya tertawa sinis. "Lo bego apa gimana? Jelas-jelas gue udah bully lo, masih aja nganggap gue orang baik. Stress!"

Jeno mempercepat langkahnya meninggalkan Jaemin begitu saja. Jaemin tidak marah, justru ia tersenyum. Jaemin merasa senang karena Jeno satu-satunya orang yang mau berinteraksi dengannya.

—oOo—

Sore itu Jaemin benar-benar merasa lelah. Ia memutuskan untuk tidak bekerja malam di restoran Paman Siwon. Setelah membeli dua bungkus nasi uduk dari uang hasil penjualan koran, Na Jaemin memutuskan untuk pulang, karena ia tahu di rumah, sang adik sudah menunggunya.

About J [NOMIN] END✔Where stories live. Discover now