BAB 17

217 200 82
                                    

🌷🌷🌷
Meminta maaf itu bukan persoalan siapa yang salah. Namun persoalan siapa yang ingin menjadi mulia lebih dulu
🌷🌷🌷

 Namun persoalan siapa yang ingin menjadi mulia lebih dulu🌷🌷🌷

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sepoi angin menyibak halus jilbab syar'i Jhezya. Suara cuitan burung-burung terdengar merdu apalagi ditambah dengan gemerisik suara dedaunan pohon yang bersentuhan karena angin. Udara sore hari yang menyejukkan, sungguh alam tengah bahagia saat ini.

Kini gadis cantik itu tengah berdiri memegang busur berwarna hitam di tangannya. Melakukan gerakan menarik tali busur sampai menyentuh bagian dagu, serta dilanjutkan dengan menjangkarkan tangan penarik tali di dagu.

Dengan posisi kaki tegak dan siap menahan tubuhnya yang mungil. Perlahan tapi pasti, jemarinya melepaskan kaitan pada ekor anak panah itu dan membiarkannya melesat jauh.

Sssssstttttttt

Tak sampai satu detik, pucuk tajam itu menancap sempurna di bagian berwarna kuning dari lingkaran berdiameter 122 cm yang berjarak dengannya.

Suara tepuk tangan tiba-tiba menyambut lesatan anak panah Jhezya. "Hebat hebat!" puji Barra kagum.

Jhezya mengerutkan keningnya "Ngapain kak di rumah saya?!" tanya Jhezya menginterogasi.

"Emang gak boleh ya?" tanya Barra balik. Ia pun melangkahkan kakinya untuk menuju tempat Jhezya berdiri.

Jhezya menarik anak panah di bawahnya. Ia menempatkan ekor panah ke tempat anak panah pada tali busur serta meletakkan gandar pada sandaran yang telah disediakan. tanpa aba-aba Jhezya mengarahkan panah itu ke Barra. "Jangan mendekat! Atau saya lepaskan anak panah ini!" ancamnya dengan napas menggebu-gebu.

Barra menghentikan kakinya, ia tertawa kecil "Cieee ... panah cinta ya, gapapa sini lepasin aja. Ke sini ya ... sini-sini, biar pas sama cinta aku juga" goda Barra seraya menunjuk-nujuk bagian dada kirinya dan merentangkan tangan seolah siap untuk menjadi sasaran panah Jhezya.

Jhezya menyipitkan mata. Jemarinya mengencangkan pegangan pada anak panah itu, mereka saling tatap selama beberapa detik. Perlahan Jhezya melepaskan jemarinya. Dan ...

"ASTAGHFIRULLAH JHEZYA!!!"

Sssssstttttttt

Anak panah itu telah melesat dengan jauh menusuk buah kelapa yang berjarak 70 meter lebih tinggi darinya.

Jhezya dengan sigap mengubah arah lesatan panahnya ke pohon saat ibunya tiba-tiba muncul di balik Barra dan berteriak. Bukan hanya Jhezya yang kaget, Barra sendiri pun sangat kaget mendengar teriakan di dekat telinganya.

Jhezya menarik napas dalam dan menghembuskannya berkali-kali. Ia memegang rendah busurnya.

"Kamu gak apa-apa kan Nak? Gak ada yang luka kan?" khawatir Uzma kepada laki-laki muda yang lebih tinggi darinya itu.

CAN YOU ? [TERBIT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant