32. KHILAF TERINDAH

Mulai dari awal
                                    

"Nenen doang, gue bosen," seru cowok itu frontal, ingin rasanya Mutia menyumpal telingannya dengan kain agar tidak malu mendengarnya, tapi namanya Heaven tidak ada kalem kalemnya jika dihadapan Mutia.

Istigfar banyak banyak.

Mutia dengan frustasinya menangkup wajah Heaven dengan kedua tangannya.

"I ilove you," bisik Mutia pelan, "Kasih waktu yah, Mutia..."

"Gue gak tahan," balas Heaven yang sebenernya sudah kelabakan, sekali lagi jika cintanya lebih sedikit ketimbang nasfunya, mungkin besok pagi Mutia di diagnosa lumpuh akibat gempuran brutal cowok itu.

Heaven menenggelamkan kepalanya kembali keleher gadis itu, menyesap aroma paling segar yang pernah ia hirup. Candunya, hasratnya, segalanya, hanya tentang gadis yang tengah dicumbunya.

Mutia meringis ketika merasakan lehernya ngilu, alih alih memberontak gadis itu memejamkan matanya pelan. Menghayati setiap jejak yang diperbuat oleh suaminya.

"Thanks," bisik Heaven setelah berhasil membuat puluhan jejak di leher yang ia sesapnya, setelah bisikan itu berhenti tak ketinggalan dia meniupnya pelan. Membuat sensasi merinding bagi Mutia yang tengah kaku tak bisa berkutik sekalipun.

"Udah ya," cicitnya memohon. Malam juga semakin larut membuat udara dingin semakin menusuk sampai ke tulang. Entah ulah siapa ini kenapa menyetel AC dengan themperature paling kecil. Kalau memang Heaven, terkutuk sekali dia.

"Alasan lo gak mau kenapa, hm?"

Dengan alasan yang sama Mutia meyakinkan Heaven, " Takut..."

Heaven mengelus pelipis Mutia pelan, membenarkan helaian rambut gadis itu yang sedikit menutupi wajah ayunya. "Gue gak bakal kasar, Yang," rayunya.

"Walaupun..."

"Kalo lo kesakitan, lo boleh balik nyakitin gue, terserah... Mau pukul, cakar, atau kalo lo gak kuat, bisa gigit leher gue," katanya penuh dengan keyakinan. Sambil mengelus pipi mulus itu, kecupan dikening membuat Mutia kembali memejamkan matanya.

"I love you," ucap Mutia pelan.

Dengan pelan pula Heaven menjawab, " Forever,"

Setelahnya, Heaven membuka kancing yang masih tersisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelahnya, Heaven membuka kancing yang masih tersisa. Kalau sudah kepalang tanggung begini, jangan salahkan siapapun.

"Boleh kan?"

"Tapi pelan ya, Kak..."

Pelan?

Heaven pelan?

Tidak bar-bar? sepertinya susah sekali.

Heaven mendongak, menatap wajah Mutia yang pucat pasi. "Gak janji..." kemudian kembali dengan aktivitasnya.

"Kak," pekiknya kemudian mendorong tubuh bidang itu. Belum apa apa sudah main bar bar. Tidak sesuai janjinya tadi.

HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang