32. KHILAF TERINDAH

Start from the beginning
                                    

"Buka," titah cowok itu.Tatapannya begitu dingin, tanpa senyum tanpa ekspresi.

"Ta-tapi," Mutia semakin gemetaran. Rasanya ingin menangis meraung berteriak tidak karuan.Tapi mana mungkin dia berani.

Kenapa malam ini begitu semencengkam. Batin Mutia kalut.

Heaven menaikan satu alisnya, " Lo mau gue paksa," ucapnya terdengar menakutkan ditelinga gadis itu, sosok manja dan tengilnya hilang digantikan sosok dingin.

Sumpah ini ekspresi Heaven ini paling menakutkan selama Mutia lihat, namun sialnya malah semakin tampan dengan kondisi tampang seperti ini.

Kepala gadis itu menggeleng kecil, "Jangan," cicitnya sembari mendorong dada cowok itu pelan. Yah, pelan. Kuat pun tak akan mempengaruhi tubuh cowok itu. Tenaganya tak sebanding. Bahkan hanya secuil pun tidak ada.

"Buka," ulangnya sedikit memaksa.

Sial, biasanya cowok yang merayu dan membukakan kancing piyama si cewek.

Tapi kali ini berbeda dengan Heaven yang entah bagaimana pola pikirnya menyuruh Mutia membukanya sendiri.

"Telinga lo masih sehat kan, buka Mutia..."

"Mutia gak siap,"

"Gue lebih suka lo nurut, Come on babe," Heaven tersenyum manis, malah semakin menakutkan dimata Mutia.

Agak kurang sabar, tangan gadis itu ditarik dan diletakan diatas dada. "Gue mau lihat seberapa lo serius sama gue, ayo. Buka sendiri."

SIALAN.

Mana ada perempuan baik baik yang berani.

Mutia menghembuskan napas sedikit tersengal, matanya terus menatap cowok yang berada diatasnya.

"Mutia gak pernah kaya gini sebelumnya," adunya, seketika membuat Heaven tersenyum miring. Tanpa dijelaskan Heaven sudah tahu, tapi memang keinginan cowok sinting itu begitu.

"Buka," bisik Heaven pelan.

Dengan ragu jari jemari Mutia berusaha melepas satu persatu kancing bajunya.

Padahal kemarin Heaven membuka sendiri kancing bajunya jika sedang meminta yang aneh aneh. Kenapa sekarang malah menyuruhnya membuka sendiri sih, Heaven ini memang sialan.

Baru terbuka tiga kancing, Mutia sudah menyerah. "Gak berani," ucapnya dengan napas terangah. Namanya bukan gadis liar. Wajar jika hal seperti ini tak mampu dilakukanya.

Heaven terkekeh. "So?"

"Gak jadi. Besok aja ya, awas kak Mutia sesek napasnya kamu tindihin," protes cewek itu berasalan.

"Gue mau lo- nya sekarang, Mutia..."

"Kak," Seketika air mata gadis itu mangalir lagi, "Mutia gak berani kaya gituan, Mutia- Mutia takut."

Cup.

Napas keduanya terengah ketika bibir mereka baru terlepas.

"Besok pagi gue gak mau liat lo ngambek," ucapnya sedikit mengancam sambil menyeka bekas air mata dipipi gadis itu, dia memang berniat melakukannya detik ini juga. Apapun alasanya, cinta adalah alasan utama.

"Jangan lakuinnya sekarang plis, Mutia udah baik kan kadang kalo kamu minta itu Mutia kasih," dengan segala cara dia memohon. Mau digrepe, dicium, di sesap. Mutia terpaksa merelakan diri. Tapi kalau untuk berhubungan badan, gadis yang belum genap 18 tahun itu masih belum berani.

HEAVENWhere stories live. Discover now