Belum apa apa saja sudah ditagih anak berkali kali, cowok sinting itu sepertinya memang sudah sangat siap menjadi bapaknya anak anak.

Mutia menatap lesu sahabatanya yang menyeringitkan dahi, "Dia tuh nggak cinta sama gue, nafsu doang. Tiap hari nggak beres otaknya. Mesum, suka grepe, modus. Pokoknya gue menolak keras pernikahan gila ini," tegasnya mengeluarkan segala keluh kesahnya.

Walaupun sejujurnya tidak bisa menentang permintaan Oma dan Elena. Setidaknya dia mengeluarkan segalanya didepan sahabatnya.

"Kesel," keluhnya lagi. Berkali kali ingin jungkir balik sampai kayang gara gara mengatakan mau menikah dengan si brengsek yang jauh dari kata sholeh itu.

"Dari mana lo tahu dia nggak cinta sama lo?" Vivian sambil  memainkan ponselnya bertanya.

"Gue, gue ngerasanya gitu," jawab Mutia ragu.

"Cobain dulu lah,  kali kali berhadiah," kekeh Vivian dengan tengilnya.

Berhadiah apa? anak maksudnya.

"Lo mah, nggak ada ngebela ngebelanya sama temen sendiri," Mutia menatap jengkel sahabatnya.

"Dengerin dah, yang selama ini gue lihat Kak Heaven suka sama lo, dia tulus tapi sayang tulusnya ketutup sama otak mesum. Makanya lo takut," jelasnya sembari memasukan ponsel kedalam ranselnya.

"Dia nggak tulus," kekeh Mutia sangat yakin. Mutia memang kadang baper terhadap Heaven, tapi rasa takutnya menutup perasaan itu. Takut jika berakhir seperti ibunya dulu, yang dicampakan oleh laki laki brandal.

"Lo itu cuma takut nyoba, lo takut berakhir kaya nyokap lo. Kalok lo nggak buka hati buat dia, sampai kapan pun ketakutan itu nggak bakal hilang, lo nggak bisa ngelawan traumanya. Lo nanti kalah, dan parahnya lagi, gue takut lo nyesel ketika dia udah nyerah sama lo," papar Vivian menatap iba Mutia yang memainkan rok abu abunya.

"Tapi Vi,"

"APA LAGI," bentak si cewek tomboi itu mulai emosi. Begitu keras kepalanya Mutia sampai Vivian saja hampir frustasi.

Mutia berdecak, " Cincin tunangannya bukan inisial nama gue, gue yakin inisialnya mantannya deh,"

"Emang apa hurufnya,"

"S?" jawab Mutia mulai murung, sesak langsung menyarang pernapasannya.

Vivian diam sejenak. Sebelum akhirnya terbahak bahak.

"HAHAHAHA, Ya Tuhan buang temen saya ke laut biar di adopsi duyung," teriaknya  sambil tertawa.

"Kok malah ngetawain gue sih,"

"S ya nama lo lah, kan Savikha. Aneh lo," sahut Vivian terpingkal pingkal.

"Gue nggak yakin," balas Mutia sambil menatap depan. Menerawang jauh jauh.

"Nanti kalo gue disakitin gimana?"

"Ya gimana? Manusia nggak bisa terhindar dari rasa sakit." balas Vivian dengan bijaknya.

"Sekali dua kali, Tuhan pasti kasih adil buat kita. Biar sama sama ngerasain rasa sakit itu," sambungnya dengan serius.

Tak mau melihat sahabatnya depresi gara gara memikirkan pernikahan dini, Vivian kemudian mengajak  Mutia ke makam ibunya. Kebetulan makam kedua ibu mereka satu lokasi.

HEAVENWhere stories live. Discover now