5. Fana Waktu di Zytglogge

Começar do início
                                    

Asgard jadi ingat salah satu tempat yang pernah ia kunjungi di Indonesia. Kota Lama Semarang. Menjadi warga Yogyakarta, membuat lelaki itu sedikit banyak sudah menjelajah tempat-tempat estetik di wilayah Jawa Tengah dan tempat kelahirannya. Bukan sekadar travelling, tetapi juga menjadikannya refleksi untuk terus menjadi manusia yang bertumbuh. Entah dari sejarah tempat yang ia kunjungi, pun kejadian-kejadian yang ia alami di sana. Tak lupa juga ... dari orang-orang dan fananya waktu yang telah lewat.

"By the way, kamu orang mana, Gard?" tanya Moana tiba-tiba.

"Jogja. Lebih tepatnya di Sleman." Asgard masih fokus pada bangunan-bangunan itu sambil sesekali melakukan jepretan.

"That's a beautiful place to visit." Moana memilih berhenti dan duduk di salah satu bangku yang tersedia. Disilangkan kaki jenjang itu, lantas memandangi Asgard yang juga ikut berhenti. Namun, lelaki itu tak mengalihkan atensi sama sekali, masih sibuk dengan kameranya.

"Kalau penglihatan aku nggak salah, kamu cukup tampan."

Kalimat itu sukses membuat Asgard menghentikan kegiatannya. Ia jadi berdiri menghadap Moana dengan alis naik sebelah. Kedua tangannya sudah membiarkan kamera kembali menggantung di leher. Beberapa saat diam, ia ikut duduk di samping perempuan itu.

"Apa aku perlu mengucapkan terima kasih untuk pujian itu?" Asgard terkekeh pelan.

Moana sedikit menyampingkan posisi duduknya agar bisa lebih leluasa memandang Asgard. Matanya lekat menyorot lelaki itu, dibalas pandangan sama lekat.

"Aku serius, kamu tampan meskipun dengan penampilan sederhana ini." Perempuan itu menumpu siku pada lutut, lantas menopang dagunya.

"Memang penampilanku harus bagaimana agar terlihat tidak sederhana?" Senyum miring yang dilayangkan Asgard justru semakin membuat Moana memujinya dalam hati.

Perempuan itu kembali ke posisi semula, bersandar pada bangku. Dipindahkannya uraian rambut ke sisi kanan, hingga membuat pundak kirinya terekspos sempurna. Asgard menyadari gelagat itu.

"Kamu tidak tertarik dengan perempuan seperti aku? See!" Ia melirik dirinya sendiri sampai ujung kaki. "I have an ideal body. Aku semampai, kulitku bagus, and proud to say this, aku cantik. Dengan penampilanku juga, aku yakin semua laki-laki akan tertarik. How about you? Kita bisa jadi pasangan serasi, bukan?"

Gelengan kepala yang diberikan Asgard sukses membuat Moana terperangah. Lelaki itu menyugar rambut dengan jari, lantas berkata, "Firstly, sorry to say, tapi aku sudah banyak bertemu perempuan yang kualifikasi fisiknya sama denganmu. Bahkan, jika aku cermati dari kata-katamu tentang standar, ada beberapa dari mereka yang lebih you know ... attractive."

Moana berdecak keras. Sebuah umpatan pun lolos dari bibir merah cerinya. Kesal juga mendapati Asgard seakan tak tertarik dengannya.

"Kedua, aku memang tidak pernah tertarik dengan mereka dan tidak berniat tertarik. Bukan berarti aku bisa mengendalikan perasaan, tapi ... memang bukan kalian yang aku cari. Ke--"

"Perasaan bisa muncul kapan saja, bukan? I mean, if you wanna try, we can be a couple goal. Orang-orang bakal iri sama kita," potong Moana cepat.

Asgard tampak tak terganggu sama sekali. Ia justru melanjutkan ucapannya, "Ketiga, saking fananya waktu, aku lebih memilih menyimpan mereka yang aku temui dalam sebuah catatan. Lalu, akan aku kubur ingatan itu sebelum aku munculkan kembali untuk mengambil pelajaran. Pertemuan seperti ini sering aku lalui, Moana. Aku tidak ingin terlibat dalam hal-hal semacam itu. Untuk pernyataanmu sebelumnya, aku tidak akan pernah menggunakan istilah mencoba dalam sebuah hubungan. Karena jika aku menemukan seseorang yang tepat, yang akan aku berikan bukan hanya sekadar rasa iri dari orang-orang."

Catatan sang Musafir (Completed)Onde histórias criam vida. Descubra agora