"Enggak, Yang..." Gumam Heaven masih setia memejamkan matanya. Antara sadar dan tidak karena mungkin masih diambang mimpi.

"Ish, bangun sana!"

"Diem ntar yang dibawah malah ikut bangun," gumam Heaven masih merem.

Flash back tadi malam.

Pulang dari club perasaan Heaven menjadi tidak tenang, apa lagi setelah mendengar aduan dari Anik tentang Mutia yang tadi sempat demam. Dia tidak lagi memperdulikan kepala yang hampir pecah akibat alkhohol. Yang jelas ia hanya ingin segera mengecek keadaan gadis itu.

Ceklek.

"Teledor," cibir Heaven setelah berhasil membuka pintu kamar yang tidak terkunci.

Cowok berkaos hitam polos dengan paduan celana pendek diatas lutut itu akhirnya mendekati ranjang. Mengamati setiap sudut kamar yang temaram, lalu matanya beralih ke gadis yang tengah tertidur pulas.

Tenang. Heaven pun tidak berniat mengganggu. Tujuannya kini tinggal mengembalikan ponsel gadis itu yang sudah ia sita.

Saat akan meletakkan ponsel Mutia di meja belajar, Heaven geleng geleng melihat buku PR yang terbuka lebar. " Ck, gimana ntar anak gue kalo lo nya nggak pinter Mutia?!"

Nilai matemetika 50, saat membuka halaman sebelumnya. Coretan besar pena merah. 50 lagi.

"Ck. Huff... " Heaven sampai tak habis pikir.

Tapi, bodoh bukan menjadi masalah untuk tidak menyukai gadis itu.

Sreet...

Suara kaki kursi mengesek lantai, tidak menunggu lama Heaven duduk dan berkutat mengerjakan PR yang sama sekali belum di isi. Hanya butuh 5 menit, 10 soal matematika yang menurut Mutia tidak bisa dipecahkan kecuali dengan mata batin dengan gampang Heaven kerjakan. Ya, begitulah kalau punya otak jenius.

 Ya, begitulah kalau punya otak jenius

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Ma, sakit Ma... hiks hiks," Heaven menoleh, mengamati wajah gadis yang tengah meringik tanpa bangun.

"Mana yang sakit?" tanya Heaven tak tega. Dia langsung merapihkan buku itu kembali.

"Semuanya Ma, badan Mutia di injek sama Scarlett," gumamnya lagi.

Ekspresi wajah gadis itu kentara sekali kesakitan, Heaven lalu memutuskan duduk dipinggiran ranjang, "Efek obat lo abis ya, makanya lo kesakitan gini," tangannya mengelap peluh yang membasahi kening mulus gadis itu.

"Peluk Ma, hiks hiks," ringik Mutia lagi.

"Iya, gue peluk." balas Heaven lembut. Tak menunggu lama cowok ganteng itu merebahkan tubuh disamping Mutia dengan hati hati. Takut yang disebelahnya malah bangun.

"Mutia mau peluk Mama, hiks hiks."

Bugh.

"Peluk gue aja, biar makin enak." kesal Heaven setelah tangan gadis itu memukul dadanya. "Sadar nggak sadar tangan lo enteng bener buat mukul gue."

HEAVENOnde histórias criam vida. Descubra agora