Kalau bukan Elena yang memohon
sampai berderai air mata mungkin Mutia benar benar menolak pertunangan ini. Perlu diketahui, Elena sebelum ada kejadian tidur bareng memang sudah merencanakan perjodohan itu.

"Mau kemana?" tanya Heaven menyekal tangan Mutia.

Mutia mendengus, "Capek, nggak boleh ya istirahat sebentar aja. Kaki ku pegel nggak biasa pakek kaya gini," sambil memajukan satu kakinya.

Dia memang tak biasa mengenakan sepatu berhak tinggi.

"Gue temenin,"

Tanpa aba aba Heaven menarik tangan cewek itu berjalan menuju ke tempat yang sepi.

"Disini lo nyaman nggak?" tanya Heaven setelah menyudahi langkahnya. Menurutnya di taman belakang lumayan menenangkan pikiran, melihat wajah murung cewek itu Heaven sedikit tergugah rasa pekanya.

Mutia menghela napas kasar, rasa kesalnya belum ternetralisir sedari tadi, gara gara cowok sialan itu sok manis didepan teman temannya.

Kakinya begitu nyaman setelah duduk dikursi taman.

"Lumayan," balas Mutia mengangguk kecil. Terlihat sekali muka juteknya.

Lampu yang agak temaram membuat suasana pas untuk melakuan hal hal yang berbau negatif.

Cowok bandel seperti Heaven sudah punya cara sendiri untuk beraksi, kini tangannya merongoh saku celananya mengambil bungkus rokok.

Cowok itu tak bersuara, hanya memberikan korek api ke tangan Mutia yang berada di atas paha.

"Buat apa?" Mutia bingung.

Mata Heaven menatap Mutia intens, jarinya mengapit batang rokok lalu bagian ujung dimasukan kedalam mulutnya.

Dengan gaya coolnya Heaven maju selangkah, masih dalam diamnya tangannya membimbing jari lentik untuk menghidupkan korek yang berada ditangan cewek itu.

Isyarat mata Heaven ditangkap Mutia. Cepat cepat cewek itu menghidupkan koreknya untuk membakar putung rokok yang berada di mulut berandalan itu.

Mutia refleks mendongak hingga membuat bola mata mereka beradu.

Sedetik, dua detik, tiga detik. Hanya singkat. Mutia menyudahi tatapan meresahkan cowok itu, " Udah!" sinisnya.

"Good, girl," ujar Heaven setelah menghisap rokoknya. Smiksnya terlihat menawan meskipun di iringi mata yang menyorot begitu tajam.

"Nggak tahu gunanya tangan kayanya, sampai ngidupin korek aja makek tangan orang," cibir gadis itu mengalihkan pandangan.

Tak berniat membantah, Heaven malah duduk disebelah Mutia.

"Ngapain ikut duduk si Kak!" pekik Mutia semakin kesal.

"Kursi gue, ya terserah gue lah," balas Heaven lalu menghisap rokoknya lagi. Dia bersikap acuh saat cewek itu kesal.

Mutia berdiri, "Ya udah Mutia mau kedalam, Kak Heaven sini aja dudukin tu kursi sampe pagi,"

Mau melangkah tangan Mutia kembali dicekal, "Duduk," titah Heaven sedikit menarik tangan kecil Mutia agar kembali ke posisi semula.

HEAVENWhere stories live. Discover now