59. Kembali, atau pergi dan mengakhiri?

1.7K 313 167
                                    

Happy 11k followers! jujur gapernah ekspektasi sampe sini deh, kayak dulu tuh dapet followers sebiji aja dan ada yang baca (selain temen aku) udah seneng. soalnya awalan punya wattpad tuh yang follow ya temen-temen misqueen aku doang tukang ngerusuh di lapak aku, liat aja komenan di cerita 100 orilette sama starlight isinya pada gajelas semua faghhh malu banyak aib. sekarang lapak aku jadi lebih rame karena kedatangan kalian-kalian aaa i'm so happy 🥰

thanks buat kalian pembaca setia ceritaku, i wuff you banyak banyak!

🌧

Entah sudah hari ke berapa Rainne terus-terusan mengurung diri di kamarnya. Semua orang khawatir, tapi sepertinya ia tidak terlalu memedulikan itu. Setiap ketukan di pintu, setiap orang memangilnya dari luar kamar, Rainne tidak pernah menyahuti.

Kamarnya di biarkan gelap, berantakan, dan terasa dingin. Gadis itu duduk di sisi tempat tidurnya dengan pandangan kosong tertuju pada akuarium kecil berisi dua ikan yang kini mengapung di permukaan. Ikan-ikan kecil itu pun ikut pergi darinya.

Setiap harinya yang gadis itu lakukan hanya melamun, lalu kemudian berakhir dengan tangisan yang tidak berkesudahan. Ia bahkan tidak bisa tidur, kehilangan sosok yang paling berarti untuk hidupnya itu masih tidak mudah ia terima. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya jika ini tidaklah nyata, tapi ia selalu disadarkan kembali jika hal itu memang terjadi. Seperti itu terus berulang.

Dengan perlahan gadis itu beranjak dari posisinya, ia melangkah menuju lemari pakaian dan mengambil asal pakaian dari sana lalu ia kenakan. Rainne berdiri di depan cermin, tidak begitu memedulikan sosok dirinya yang sangat berantakan. Ia hanya menyisir sekilas rambutnya lalu kemudian ia kuncir asal. Gadis itu mengambil slingbagnya lalu keluar dari kamar.

"Neng Hujan! Ya Allah, Neng. Neng udah makan? Neng mau ke mana?" tanya Mbak Sinta yang kebetulan lewat ruang tamu dan berpapasan dengan sosok Rainne.

Dengan matanya yang masih terlihat sembab dan bibir pucat, gadis itu memaksakan seulas senyum.

"Aku mau ke rumah sakit," katanya pelan lalu kemudian melangkah pergi. Meninggalkan Mbak Sinta mengamati punggung Rainne dengan tatapan sedih.

Gadis itu pergi ke rumah sakit sendirian. Sesampainya di sana, yang ia lakukan hanya mengulangi hal-hal yang sebelumnya rutin sekali ia lakukan dengan perasaan hampa dan seperti orang linglung. Saat melewati kamar rawat bekas papanya, langkah kaki Rainne berhenti. Ia berniat menyentuh pintu ruangan itu dan masuk ke dalam, tapi kemudian ia kemudian kembali tersadar.

Lengan gadis itu ia tarik kembali dari pintu, disusul sebutir air mata yang mengalir kemudian. Ia mengusap itu dengan cepat dan kemudian pergi dari sana. Saat melangkah terburu-buru di koridor rumah sakit, tanpa sengaja ia menabrak seseorang hingga dirinya sendiri yang terjatuh.

"Astaga! Naomi, lo enggak apa-apa?" tanya orang yang baru saja ditabraknya sambil membantu Rainne berdiri.

Rainne melihat sosok Dhirendra nampak khawatir. Lelaki itu menuntunnya untuk duduk di kursi tunggu rumah sakit.

"Enggak ada yang sakit, 'kan?"

Rainne menggeleng lalu menyungingkan senyum kecil pada Dhirendra.

"Gue enggak apa-apa kok. Sorry, gue enggak liat," ujarnya merasa menyesal. "Lo ngapain di rumah sakit, Ndra?"

"Lagi nganter kakak gue, tadi pagi dia keracunan susu basi."

"Oh, kirain jenguk Riga lagi," sahutnya pelan.

Dhirendra memerhatikan penampilan Rainne hari ini. Gadis itu benar-benar terlihat berbeda sekali dari sosok yang biasanya ia lihat. Ekspresi wajahnya, sorot matanya, masih mengambarkan dengan jelas jika ia tidak baik-baik saja.

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang