53. Dia benci kehilangan

1.1K 285 256
                                    

hai, ini bulan. mau ngucapin selamat pagi dulu buat kalian yang tetep setia baca cerita ini dan gaperna absen buat kasi komen sama vote, kalian orang-orang baik. bahagaia terus ya💞💞

🌧

Gaby tahu, Rainne sedang tidak baik-baik saja. Sahabatnya itu datang ke rumahnya malam-malam begini dengan keadaan mata sembab dan langsung bilang akan menginap selama berapa hari. Melihat dari keadaan Rainne saja, Gaby tahu ada yang tidak beres di rumah sahabatnya, tapi Rainne hanya mengatakan jika ia bertengkar kecil dengan mamanya dan ia tidak apa-apa.

Begitulah Rainne. Gadis itu memang selalu begitu, menyembunyikan banyak hal dan tidak terlalu terbuka padanya. Alasannya karena ia tidak ingin menambahkan beban pikiran untuk Gaby, padahal Gaby tidak pernah merasa terbebani dengan Rainne. Akan tetapi, Gaby sendiri tidak bisa mendesak Rainne untuk terbuka padanya. Jika gadis itu memang tidak mau menceritakan semua masalahnya, Gaby tidak apa-apa. Ia akan tetap mambantu Rainne sebisanya, dan terus berada di sisi gadis itu.

Kedua gadis itu berbaring di atas tempat tidur dengan posisi menatap pada langit-lagit kamar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kedua gadis itu berbaring di atas tempat tidur dengan posisi menatap pada langit-lagit kamar. Gaby maupun Rainne terus memandangi pergerakan bintang-bintang di langit-langit yang bersumber dari lampu proyektor. Keduanya sedari tadi sibuk dengan pikiran masing-masing. Rainne yang memikirkan semua masalahnya, dan Gaby yang terus memikirkan Rainne.

"Jangan terlalu dipikirin, senin kita udah mulai ujian sekolah," kata Gaby pelan.

Rainne mendesah pelan. Lelah, terlalu banyak hal yang berdesakan di benak Rainne. Matanya sudah terlalu sembab karena terus-terusan menangis.

"Lo kalau mau bilang sesuatu sama gue bilang aja kali, enggak usah lo tahan-tahan."

"Gue mau bilang makasih karena lo masih ada di sisi gue sekarang," kata Rainne tulus.

"Hadeh lebay lo ah pake makasih-makasih segala," celetuk Gaby sambil memukul Rainne dengan boneka. Mencoba mencairkan suasana dan tidak Rainne mau terus-terusan mengurung diri dalam kabut kesedihannya.

Rainne malah tertawa kecil karena Gaby yang tidak bisa diajak serius. Namun, ia benar-benar lega karena saat ini Gaby ada dan menjadi temannya.

"Serius, Gab. Kalau lo udah ngerasa cape gue repotin mulu karena gue yang selalu bermasalah, lo bilang ya."

"Gue lebih suka temenan sama orang yang bermasalah, lo tenang aja. Gue enggak akan pernah cape kok sama lo," katanya santai dan lagi-lagi membuat Rainne mendengus geli.

Gadis itu kembali menerawang pada langit-langit kamar Gaby, senyum di wajahnya dengan cepat pergi. Sesak di dalam dadanya dan rasa sakit lainnya belum juga pergi, pikirannya masih kusut dan dipenuhi berbagai macam hal.

Akan tetapi, kehadiran Gaby di sampingnya kali ini sedikit membuat Rainne sadar. Jika Semesta masih menyisakan orang-orang baik untuknya. Harusnya ia syukuri itu dan berhenti bertingkah seolah ia adalah orang paling menyedihkan di bumi ini.

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now