56. Pembohong

1.1K 276 289
                                    

Hari ini, langit lebih cerah ketimbang sebelumnya. Hujan sepertinya berhenti turun untuk sementara dan memutuskan untuk membuat bumi sedikit hangat dengan sinar matahari.

Gaby dan Rainne baru saja keluar dari ruang guru setelah mengumpulkan tugas-tugas terakhir untuk membantu nilai mereka yang kurang. Keduanya lalu menuju kantin untuk memakan sesuatu.

"Lo beneran udah enggak apa-apa balik ke rumah?" tanya Gaby memastikan.

Meskipun Rainne sudah memberitahunya kemarin via chat jika sahabatnya itu akan kembali pulang, Gaby merasa masih mengkhawatirkan Rainne. Takutnya gadis itu berbohong hanya karena tidak mau merepotkannya.

"Enggak apa-apa, Gab. Kemaren mama ke rumah sakit, minta maaf, terus ya ... dia minta gue pulang."

"Tapi tetep ya kalau ada apa-apa lo harus kasih tahu gue," pinta Gaby dan disahuti dengan anggukan dari Rainne.

Melihat seulas senyum di wajah sahabatnya, Gaby sedikit lega. Nampaknya Rainne sudah sedikit lebih baik, itu bagus. Ia bisa berhenti mengkhawatirkan sahabatnya untuk sekarang.

Sampai di kantin, keduanya memilih duduk di bangku dekat pintu masuk. Rainne hanya membeli minuman. Gaby memutuskan untuk makan ketoprak saja.

Sebenarnya, kelas 12 sudah tidak ada kegiatan belajar lagi. Mereka hanya perlu mengurus nilai-nilai mereka, dan mengikuti kelas tambahan bagi yang berminat untuk persiapan ujian masuk ke perguruan tinggi.

"Kelas tambahan lo jam berapa sih?" tanya Gaby disela kunyahannya.

"Jam 10, abis ini gue mau ke kelas. Lo serius enggak ikut kelas tambahan?"

"Enggak, gue enggak bakal ikut SBMPTN. Gue jadi ambil Manajemen Bisnis di univ yang kemaren," ujar Gaby.

Gaby sebenarnya sudah lolos di salah satu universitas swasta jalur rapot yang hanya menggunakan nilai rapot dari semester 1-5, dan sepertinya gadis itu tidak tertarik mengikuti ujian lain. Rainne ikut senang jika Gaby sudah menemukan pilihannya. Sementara ia masih harus berjuang dan segera memutuskan untuk kuliah ke mana. Cukup berat, ditambah dengan segala masalahnya belakangan ini, Rainne semakin pusing dan masa depannya pun terasa sangat samar sekali.

Setelah Gaby menyelesaikan makannya, kedua gadis itu pergi dari kantin. Rainne berpisah dengan Gaby karena harus mengikuti kelas tambahan. Sementara Gaby mungkin akan langsung pulang dari sekolah karena tidak ada urusan lagi.

Langkah-langkah Rainne di koridor menuju kelasnya memelan kala mendengar suara ribut-ribut dekat toilet. Ia melihat sosok Angkasa bersama beberapa siswi. Mereka adalah Stephany dan teman-temannya. Entah apa yang tengah mereka lakukan, tapi Angkasa tengah merampas ponsel Stephany dan menatap marah pada cewek itu.

Rainne mendekat, berhenti pada jarak yang tidak terlalu jauh dari merek dan semakin jelas mendengar apa yang tengah mereka ributkan.

"Gue peringatin lo sekali lagi buat berhenti ngurusin masa lalu Fanya. Lo mau hapus sendiri screenshot-an ini atau hp lo gue hancurin?" tekan Angkasa.

"Yaampun lo sensitif banget kenapa sih? Gue enggak ngurusin kok, gue cuma ngetawain aja."

"Menurut lo lucu?!" sentak Angkasa dan itu membuat Stephany langsung menciut takut.

Menyaksikan dan mengdengar itu, bibir Rainne berkedut sedikit. Ia menyunggingkan senyum samar. Angkasa membela Fanya sampai segitunya, sepertinya cowok itu benar-benar peduli dan menyangi Fanya. Perlakuan Angkasa yang berbeda seratus delapan puluh derajat padanya itu membuat Rainne lagi-lagi terlihat menyedihkan.

Apa lagi sih yang gue harepin? batinnya bertanya-tanya. Rupanya tidak mudah untuk membuang perasaan itu dari hatinya.

"Kalau gue lihat lo masih ngungkit-ngungkit soal Fanya, ngetawain dia, atau ngomongin dia di belakang, urusan lo sama gue," ancamnya.

Dear AnonymousNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ