51. Dia tahu jawabannya

978 259 595
                                    

Di tempatku lagi ujan gede+geledek 😖
di kalian ujan?

🌧

Sudah beberapa hari ini hujan terus-terusan turun, seolah itu terjadi karena Rainne tengah bersedih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah beberapa hari ini hujan terus-terusan turun, seolah itu terjadi karena Rainne tengah bersedih. Sejak bel istirahat berbunyi, Rainne sudah mengasingkan dirinya di dekat ruang kesenian. Gadis itu hanya berdiam diri sambil bengong memandangi hujan. Bahkan ia sampai melewatkan makan siangnya di kantin. Ia benar-benar sedang tidak berselera makan akhir-akhir ini.

Lamunan Rainne terputus kala melihat sosok Angkasa. Rainne langsung menegakan pungungnya. Sejujurnya ini melelahkan sekali, terus-terusan mengejar Angkasa untuk sekedar memberikan penjelasan tapi cowok itu tidak pernah sudi untuk mendengarkan.

Rainne cape sendiri, ditambah kekecewaanya terhadap Angkasa kemarin membuatnya benar-benar merasa tidak ada gunanya menjelaskan apapun pada cowok itu.

Pada dasarnya, Angkasa tidak mempercayainya. Meskipun ia menjelaskan yang sebenarnya pun, cowok itu tidak akan memercayainya dan mungkin hanya akan mengatainya beralasan dan mencari pembelaan.

Akan tetapi, ia tetap merasa perlu berbicara dengan Angkasa. Gadis itu pun beranjak dari tempatnya dan mengejar sosok Angkasa.

"Angkasa!" panggilnya.

Tidak ada reaksi, Angkasa terus berjalan tanpa menoleh padanya. Rainne memepercepat langkahnya hingga ia bisa menyusul Angkasa dan memblokir jalan cowok itu. Melihat ekspresi Angkasa yang seperti itu, hati Rainne dibuat sedih lagi.

"Segitu jijiknya kamu sama aku, Angkasa?"

"Iya, lo tahu jawabannya. Jadi, minggir."

Angkasa berusaha menyingkirkan Rainne dari hadapannya, tapi gadis itu tidak bergerak.

"Angkasa, bisa enggak kamu dengerin aku sekali aja? Terserah setelah itu kamu mau percaya sama aku atau enggak, aku cuma pengen kamu dengerin sebentar."

"Lo cuma bakal ngasih alesan dan pembelaan. Buat apa gue dengerin?"

Tangan Rainne terkepal menahan berbagaimacam emosi yang datang berdesakan.

"Kenapa sih, Ka? Kenapa kamu kayak gini? Kenapa kamu cuma percaya sama apa yang mau kamu percayain. Kenapa kamu enggak bisa dengerin dulu dari sudut pandang aku? Aku sama papa kamu enggak kayak yang digosipin. Papah aku sakit Angkasa, dan papah kamu bantuin aku buat kesembuhan papa."

"Bagian mana dari hal itu yang bener? Lo ngasih apa ke bokap gue sampe dia mau biayain kesembuhan bokap lo? Apa perlu lo sampe buang harga diri lo cuma buat itu? Otak lo di mana sebenernya?"

Sudah, cukup. Itu terlalu menyakitinya. Rainne tidak tahu lagi harus bagaimana sekarang. Apapun yang ia katakan, semuanya tetap salah di pikiran Angkasa. Rainne hendak mendangis, tapi itu ia tahan karena ingat jika Angkasa muak melihatnya menangis.

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang