38. Tidak Gratis (PAD)

3K 870 59
                                    

Tidak Gratis

Datang dengan kepercayaan diri penuh, setelah menjadi olok-olok anak kampus karena kabar Papi menghamili mahasiswi. Kini semua takut menatapku setelah tahu kebenarannya.

Sekarang giliranku yang menatap tajam acapkali bertemu dengan orang yang kemarin ikut merundung. Sesekali menyeringai.

Namun, ketika akan melewati koridor, aku dikejutkan dengan penampakan yang sempat membuatku sakit demam.

Hantu gadis itu datang lagi, kali ini di kampus. Dia berniat menerorku sampai sejauh ini?

"Nael ...." Tidak bisa berteriak, tetapi aku harus memanggil Nael dengan bisikan. Demi apa pun, sepertinya Nael masih tidur di kasurku.

"Nael, hantu yang cewek itu di sini ... plis datang." Aku masih berucap lirih, berharap Nael dapat merasakan panggilanku. Aku terus membatin memanggil nama Nathanael berulang kali, pakai ilmu telepati.

"Apa, sih? Lo enggak tau kalau lo mikirin gue itu tandanya lo manggil gue?" Nael datang mengejutkan.

"Emang gue manggil lo Setanael. Cewek itu di sini, ngapain coba?" Aku menunjuk bangku koridor yang tengah diduduki hantu gadis yang sempat ingin mencelakai Beby.

"Inara?" Nael menggumamkan namanya.

Tiba-tiba gadis itu sudah di depan kami dalam sekejap, dia begitu cepat bergeser ke sini sampai hampir membuatku berteriak, beruntung aku reflek membungkam mulutku lebih cepat. Aku memunggunginya agar tidak berinteraksi dan sampai sakit lagi.

"Ngapain lo di sini?" tanya Nael pada gadis di depannya.

"Bukan urusan lo."

"Ina, lo tau ini bukan tempat lo." Nael berucap masih pelan, seperti tidak ingin berteriak memaki atau semacamnya.

"Lo sendiri kenapa masih di sini?" Inara balas bertanya, membuat Nael diam.

Mereka ini memiliki urusan rumah tangga, kenapa harus bawa-bawa orang lain?

Nael membawa Inara pergi, aku pun berlari mengikuti mereka, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, kedatangan Raden yang mencegat langkahku menggagalkan rencana.

"Apa, sih, Den?!" tanyaku sedikit membentak.

"Guin, ada surat pengadilan buat lo." Raden memberikan beberapa amplop yang bentuknya aneh-aneh. Perkataannya itu hanya gurauan, sebenarnya ada surat cinta yang dititipkan pada sahabatku dari gedung sebelah.

"Sakya lagi mojok, gue cape sendiri. Lo juga sering banget ngilang-ngilang kayak doi." Raden menggerutu.

"Kayak lo punya doi aja."

"Ya udah, lo sering ngilang kayak duit baru gajian."

"Kayak lo kerja aja?"

"Nyerah."

Aku terbahak, Raden itu mudah sekali stres. Ngomong-ngomong bagaimana dengan Nael dan Inara? Ah, aku harus tahu apa yang mereka bicarakan.

"Den, sumpah enggak niat ninggalin lo. Cuma gue ada urusan mendesak, gue cabut dulu!" Aku berlari meninggalkan Raden yang berteriak seperti toa dengan wajah menyedihkan sekali.

Pingguin Anak Duda | ENDWhere stories live. Discover now