10. Kembali

25 14 1
                                    

Semenjak kepergiannya banyak perubahan dalam hidupku, lelaki yang kuanggap akan selalu ada kini telah benar-benar pergi. Bahkan sudah beberapa hari dia memang tak pernah memberi kabar, baik di dunia nyata maupun di sosial media.

Ah...rasanya semua begitu memilukan, beban hidup dan masalah yang selalu bertabrakan membuatku ingin menyerah detik itu juga.

Namun siapa sangka, jika kepergiannya malah membawa kebahagiaan untukku. Jangan salah faham, bukan itu yang kumaksut. Maksutku, sejak kepergiannya, dia malah lebih sering berkunjung ke panti, ya....meski tanpa menyapa, menemui, atau bahkan melihat.

Sangat rutin. Bahkan hampir setiap hari Suga akan datang ke pondok, walau hanya sekedar menyapa adik-adikku atau bahkan membelikan mereka jajanan.

"Tidak pernah menyapa bukan berarti lupa, di setiap kejadian pasti ada sedikit bumbu konflik." Bahkan fikiran nya bisa membuatku tersentuh. Terlalu lebay, tapi aku tidak peduli. Jika itu yang kurasakan kenapa harus dipendam.

"Darma!"aku menoleh, disana berdiri Bunga dan juga lelaki itu. Suga. Tapi tunggu, kenapa wajah dan juga pakaiannya?

"Suga? Kamu kenapa?" Aku menjalankan kursi rodaku tepat dihadapannya, meski yang kudapat hanya tatapan sinis dan benci, tapi tak mengapa.

"Are you okay?"tanyaku yang dibalas decakan, aku menghela nafas ringan. "Bunga? Suga kenapa? Ad-"

"Enggak usah peduliin Suga!"bentak Bunga, "dia milikku!"

"Huh! Aku sudah tahu!"batinku

Aku tersenyum dan mengangguk, kemudian kembali menatap Suga yang mungkin tadi sempat menatapku walau hanya sekilas. Karna saat aku menatap bunga dan kembali menatapnya, bola mata miliknya sempat bertabrakan denganku.

"Bunga!"teriakan lantang kembali kudengar dari arah belakang. Didetik berikutnya, seorang lelaki bertubuh tinggi tegap itu berada disampingku. Kai.

"Bawa Suga ke rumah sakit! Jangan ceroboh! Karna kamu dia begitu!"bisa kudengar suara milik Kai naik satu oktaf. Bahkan kemarahan sekarang tengah menelan Kai.

"BUNGA!"

"enggak! Enggak akan! Dia baik baik saja kok. Benar kan sayang?"ucapan Bunga di angguki mantap oleh Suga. Entah terkena pelet atau apa, kenapa manusia kulkas sepertinya bisa menurut dengan seorang perisak?

"Bunga!"

"KAKAK ENGGAK USAH URUSIN HIDUP BUBU! SUGA BAIK BAIK AJA KOK! BAWEL BANGET SIH!"

Kobaran api mulai menyulut keduanya, tapi atensiku tidak mengarah kemereka, melainkan kepada Suga. Nafasnya tersendat, bahkan keringat dan wajah pucatnya sangat kentara. Dia sakit?

Aku mendekat kearahnya, menggenggam tangannya yang.....dingin.

"Ikut aku,"ucapku lembut, namun dia menepisnya.

"Ikuti aku Suga, demi kesehatanmu. Kamu bisa sakit." Dia menatapku, kemudian menurut. Mendorong kursi rodaku dengan cepat.

~●~●~●~●~●~

"Ceritakan satu persatu kepadaku. Ken- ah maksutku ada apa dengan dirimu,"aku terus mengulangi pertanyaan yang sama sejak tadi, namun responnya tetap sama. Diam dan terus menatapku tanpa berpaling.

"Suga? Aku bertanya. Tidak bisakah kamu menjawabnya? Walau hanya sekedar deheman atau anggukan kepala?"

Diam.

Tanpa suara.

Kenapa dengan dirinya, tuhan?

"Su-"

DEAR STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang