06. redup

31 16 8
                                    

Memulai sesuatu dengan doa itu penting.
Jika kau menginginkanku, tabrak aku disepertiga malammu.

~●~●~●~●~

~●~●~●~●~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hey?

Apa kau tau diriku? Ya! Teman dekatmu dulu. Kau masih mengenalku? Wanita bodoh yang menyukaimu tanpa sepengetahuanmu, berharap kau mengerti isi hatiku tanpa kuberi tahu.

Bahkan saat kau pergi jauh tanpa kuminta-pun aku tetap bertahan demi dirimu. Terus berdoa agar kau kembali dan berjuang bersamaku.

Kau bilang aku harus berjuangkan? Aku sudah berjuang, ingatan dan bayangan tentang dirimu selalu menghantui disetiap malamku.

Malamku sangat kelabu saat kau pergi. Bagai syair lagi yang tak berirama.

Kembalilah...

Aku menunggumu.

Darma.



Tatapan polos itu terus menatap diriku meski aku membentaknya, senyum tengilnya bahkan membuatku risih sedari tadi.

"Cemburu?" Hanya ucapan itu yang kudengar sejak tadi, padahal sudah jelas aku telah berkata "tidak sama sekali." Tetapi tetap saja ia selalu memojokanku.

Aku merasa diintrograsi polisi. Wajah seriusnya tak bisa mengerti tempat, sangat sangat menyebalkan menurutku.

"Cemburu?"lagi. Ucapan itu lagi. Aku menatapnya, "SEKALI LAGI BILANG BEGITU, PULANG!"beentakku yang tak kuat menahan emosi, namun balasannya ia malah tertawa ngakak.

"Kenapa kamu tidak tau tempat sih, situasinya ini aku sedang marah! Kenapa kamu malah tertawa! Huh!"kesalku

Suga berdiri, mengelus puncak kepalaku dengan senyum manisnya, "kalau kamu marah, ya artinya cemburu. Aku memang bodoh dalam cinta, tapi aku tidak bodoh dalam mengerti kode wanita, Darma.

Aku tertohok. Tentu saja. Tanpa kukatakan pun ia sudah menangkap sikapku yang berubah drastik, malu yang kurasakan saat ini. "Ap-apa. Aku ti-tidak cemburu, memangnya siapa kamu sampai sampai aku harus cemburu padamu?"

"Temen."

"Udah tau. Gak perlu diperjelas."lirihku, "itu tau, terus kenapa aku harus cemburu? Enggak ada gunanya sama sekali, dan tidak ada untungnya untukku." Ucapku kemudian, yang membuat ia menurunkan tangannya dari kepalaku.

"Bi Sri? Samudra pulang. Kesini lagi kapan-kapan, soalnya masih ada urusan." Ucapannya membuatku menunduk, sementara bu Sri menanggapi dengan anggukan dan senyuman. Ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan, bagai tersayat sebuah pisau namun tak mengeluarkan darah.

"Jaga dirimu,"

Aku diam. Bahkan mataku sudah berkaca-kaca kala itu.

"Aku akan kembali beberapa hari ini."

"Mau kemana?"tanyaku yang masih dalam keadaan menunduk.

"Bukan urusanmu. Aku pergi."

Seperginya Suga, aku buru-buru mendongak dan menatap kepergiannya. Langkah kakinya sangat terburu-buru, bahkan...ia terlihat tengah menahan emosi.

Emosi? Karna diriku? Ah mungkin aku tadi terlalu kasar, atau bahkan ucapanku tadi tak menyenangkan hatinya. Tapi disisi lain aku juga kesakitan.

"Maaf." Gumamku

"Suga!"dia berhenti, mematung ditempat dengan tangan yang hendak membuka pintu mobil. Kulihat tangan lelaki itu yang tengah terkepal kuat, apapun resikonya aku tak akan menghindar.

Kudorong kursi rodaku untuk menemuinya, "maaf,"ucapku yang sudah berada dihadapannya. Ia berbalik, bukan menatapku, namun menatap ke arah lain.

"Suga, maaf." Ulangku, tak ada respon.

"Su-"

"Maafmu diterima. Aku pergi."

"Kemana?"

"Kemana saja asal emosi tidak keluar di tempat ini, jaga dirimu. Aku akan kembali."

"Jangan mabuk. Kamu sudah berja-"

"Aku bilang, akan aku usahakan. Jadi bukan berarti aku akan berhenti, karna itu akan terlalu sulit dan memakan banyak waktu."

Hey. Kenapa dengan dirinya? Kenapa emosinya meluap begituu saja? Aku hanya tersenyum kala respon yang kudapat sebuah lontaran kata yang menyakitkan. Mobil didepanku melaju dengan cepat, "JAGA DIRIMU JUGA." Teriakku.

DEAR SWhere stories live. Discover now