33

35 18 1
                                    

"Gue berantem sama Daddy. Daddy nyerah sama lo, dan gue gak bisa nerima itu"

***

Awalnya Nando terkejut mendengar hal itu,tak bisa ia pungkiri bahwa ada sedikit rasa kecewa timbul di hatinya. Namun buru-buru ia rubah raut wajahnya dan tersenyum manis menatap Vergio, seakan hal itu bukanlah masalah besar baginya.

"Ya wajar aja kali Ver, dia bilang gitu. Emang siapa sih yang tahan sama anak petakilan kayak gue?." Ucap Nando disertai tawanya. Bukan tawa bahagia, melainkan sebuah tawa seseorang yang putus asa karena dipermainkan oleh sebuah harapan.

"Kamu gak salah Ndo, Daddy yang salah"

Nando dan Vergio sontak langsung menoleh kearah pintu menampakan Dewi dan Mark yang berdiri diambang pintu sembari menatap sendu kearah mereka berdua.

"Nando maafin Daddy nak!, maafin Daddy. Daddy gak maksud buat nyerah sama kamu. Daddy terlalu capek sama semua ini. Penolakan kamu hari itu benar-benar melukai Daddy Ndo. Salah daddy memang, yang milih buat ninggalin kalian berdua. Andai hari itu Daddy lebih pilih kalian, mungkin hari ini.."

Mark tak melanjutkan kalimatnya, dia lebih memilih untuk menghapus kasar air matanya. Dan sialnya air mata itu tak mau berhenti.

Sementara itu Nando, dia tersenyum menatap Mark. Rasa kecewa dihatinya itu kini tergantikan dengan rasa bahagia yang menggebu-gebu dalam hatinya.

"Ddad-ddy..." Panggil Nando dengan suara seraknya.

Mark, pria itu mendongakan kepalanya dan beralih menatap Nando yang juga menatapnya balik. Apa ia tidak salah dengar?. Daddy?. Nando memanggilnya Daddy!. Oh tuhan jika ini mimpi, tolong jangan bangunkan Mark dari mimpi yang indah ini.

Mark, pria itu menatap haru kearah Nando putranya. Dengan gesit Mark meraih tubuh putranya lalu memeluknya dengan sangat erat.

Dewi dan Vergio tersenyum menatap keduanya. Mereka berharap semoga ini akan menjadi awal kebahagiaan keluarga mereka.

"Maafin Nando Dad"

***

"Lo kenapa sih Na?!. Teriak-teriak mulu!. Apa gak bisa diomongin baik-baik?!"

Raina menatap tajam kearah Maureen yang baru saja keluar kamar.

"Gue gak ada urusan sama lo!" Sarkas Raina

"BIBI! BIBI!" Raina kembali berteriak tanpa mempedulikan Maureen yang menatapnya kesal.

Dan tak lama setelah itu, datanglah seorang wanita paruh baya dengan nafas ngos-ngosan menghampiri Raina.

"Aada-apa ya non?" Tanya wanita itu dengan sedikit ketakutan.

"Itu, kenapa bibi gak bersihin lantainya?!. Apa papa sama mama selama ini kurang ngasih gajinya?!."

Wanita yang sering dipanggil Bi Darmi itu terdiam sambil sesekali melirik kearah Maureen. Bi Darmi tahu Raina sama sekali tidak berniat untuk memarahinya. Raina melakukan semua itu hanya untuk membalas Maureen.

Sementara itu Maureen dia menatap tak enak pada Bi Darmi. Dengan cepat Maureen mengalihkan tatapannya pada Raina.

"Raina lo apa-apaan sih?!. Kenapa harus teriak-teriak ke Bi Darmi?!. Lo bisakan, ngomong baik-baik ke dia?!"

Regan dan Audy yag barusaja datang langsung terkejut mendengar penuturan Maureen barusan. Mereka berdua tidak menyangka Raina putrinya itu bisa bersikap kasar pada Bi Darmi.

"RAINA, APA-APAAN INI?!. KAMU APAIN BI DARMI?!"

Raina terdiam mendengar bentakan mamanya, tatapannya beralih menatap Maureen tajam.

Double Ver (On Going)Where stories live. Discover now