"VANDRA PUNYA CEY, CUMAN CEY YANG BOLEH MILIKIN DIA, NGGAK BOLEH ORANG LAIN! ANGEL SEKALIPUN NGGAK AKAN BOLEH!"

"NGGAK BOLEH, NGGAK BOLEH, NGGAK BOLEH!"

Cerly memberontak, menghentakkan kakinya pada ranjang. Membuat seprai jadi berantakan dan selimut jatuh kebawah.

"Sayang, tenang. Jangan begini, kamu nggak kasian sama Papa?" Pria itu memeluk Cerly erat, mengunci pergerakan putrinya agar tidak mengamuk lagi.

Perlahan Cerly melemah, ia diam dengan isakan tangis. Tak memberontak lagi, melainkan nangis kejer.

"Vandra punya Cey, bukan Angel. Dia harus sama Cey, harus, hiks ..."

Wily memilih mengangguk, mengiyakan ucapan anaknya. Takut jika dia berkata lain, Cerly akan kembali mengamuk dan itu pasti sangat tidak baik untuk kondisinya.

Tangisannya tiba-tiba terhenti, kini Cerly terlihat kembali memenung. Tatapannya lurus ke depan dengan pandangan kosong. Wily yang melihat itu jadi semakin cemas, dia takut anaknya gila.

"Pa?" Cerly memanggil tanpa melakukan pergerakan tubuh, posisinya masih sama, menatap kosong objek didepannya.

"Iya, nak?" Wily menyahut.

"Mau ketemu Vandra," ucapnya lirih.

"Kenapa harus ketemu dia? Dia juga sama lagi sakit seperti kamu."

"MAU KETEMU VANDRA!" Pekik Cerly langsung kesal. Ia bahkan menampar kedua pipinya secara bergantian. Membuat Wily panik dan segera menahan tangan Cerly. "VANDRA PUNYA AKU!"

"Iya-iya kamu boleh ketemu Vandra. Nanti Papa antar kamu ke ruangannya. Vandra juga punya kamu, bukan punya siapa-siapa."

"Bener ya?"

"Iya, bener sayang." Wily terpaksa mengiyakan, ia takut anaknya akan kembali mengamuk dan menyakiti dirinya sendiri lagi.

Untuk saat ini Wily tak boleh salah bicara. Apalagi mengenai Devan yang pastinya akan langsung membuat Cerly histeris hingga tega menyakiti dirinya sendiri.

***

Angel tersenyum saat memasuki ruang rawat Devan. Gadis itu melihat Devan yang sedang turun dari brangkar entah mau kemana.

Memilih diam dan mengamati, Angel tersentak saat ia Devan hampir jatuh. Angel dengan cepat menghampiri dan menahan tubuh Devan.

"Kenapa ih?" tanya Angel sedikit kesal. Untung dia cepat membantu sebelum Devan nyungsep ke lantai.

"Kaki aku," kata Devan menatap kakinya. Posisi mereka saat itu dengan Devan menggulung tangannya dipundak Angel, dan tangan Angel memeluk pinggang Devan.

"Kenapa kakinya?" tanya Angel mengerinyit bingung.

"Kenapa nggak bisa jalan?" tanya Devan dengan suara bergetar, dia langsung berfikir bahwa dia lumpuh.

"Nggak mungkin lumpuh kan?" paniknya. Sudah hampir tiga Minggu Devan terbaring diranjang rumah sakit tanpa jalan, dia takut dia lumpuh.

"Enggak sayang, kamu nggak lumpuh." ucap Angel yang terkekeh kecil. Lucu sekali melihat Devan yang panik seperti ini.

"Yang bener?" Devan menatap gadisnya, meminta Angel untuk menjelaskan.

"Iya bener. Kata dokter ini efek samping dari operasi. Dan juga efek karna kamu udah hampir tiga minggu nggak jalan." ungkap Angel sejujurnya. "Jadi dokter bilang, kamu harus dilatih jalan lagi supaya bisa kembali normal."

Devan mengangguk dengan wajah polosnya. "Oh gitu, kirain lum-"

"Nggak kan aku bolehin kamu lumpuh," potong Angel langsung memeluk Devan.

After AS [END✅]Where stories live. Discover now