53. Dia benci kehilangan

Start from the beginning
                                    

"Naomi," panggil Gaby.

"Kenapa?"

"Lo sama Angkasa sekarang gimana?"

Rainne terdiam sesaat, tidak langsung menjawab. Remasan di hatinya terasa semakin kuat dan menyakitkan kala teringat semua yang Angkasa ucapkan. Rainne masih tidak menyangka jika menyukai Angkasa akan berakhir semenyakitkan ini.

"Udahan, Gab. Gue jelasin apa pun dia enggak percaya, tiap ketemu masalahnya malah makin gede. Enggak ada titik temunya."

"Lo nyerah?"

"Gue ... udah cape, Gab."

Ia sudah terlalu dibuat hancur oleh Angkasa. Cinta pertamanya itu benar-benar telah menghancurkan perasaanya. Kali ini, Angkasa menjatuhkannya terlalu kuat hingga ia hancur berantakan. Rainne bahkan tidak tahu luka yang ia terima dari Angkasa akan sembuh kapan. Atau mungkin memang tidak akan bisa disembuhkan.

"Lo benci Angkasa?"

Rainne menggeleng. Meskipun lelaki itu dengan sangat hebatnya menghancurkan Rainne, gadis itu merasa tidak bisa membencinya.

"Rasanya emang nyakitin banget, tapi gue enggak benci dia kok. Semisal dia minta maaf sama gue juga bakal gue maafin, tapi ... cuma sebatas itu. Karena hal lainnya, mungkin udah enggak bisa diperbaiki lagi."

Mendengar kalimat itu, Gaby mengertakan giginya menahan marah. Sungguh, ia membenci Angkasa. Rainne sama sekali tidak pantas untuk seorang bajingan seperti itu. Lihat saja, lelaki itu, dan Fanya akan mendapatkan karmanya sendiri suatu hari nanti.

🌧

Keheningan itu melingkupi ruangan tempat Riga di rawat. Dhirendra duduk di sofa sambil mengamati eskpresi Riga yang terlihat datar-datar saja di tempat tidurnya. Namun, meskipun hanya diam begitu, Dhirendra tahu jika Riga tengah memikirkan sesuatu.

"Angkasa enggak pernah cerita dari sudut pandang dia. Lo tahu sendiri dia susah diajak ngomong," keluh Dhirendra dan itu tentu saja diabaikan oleh Riga.

Sebenarnya, ia agak ragu menceritakan hal-hal mengenai Rainne kepada Riga, takutnya itu semakin menambah beban pikirannya padahal kondisinya semakin hari semakin buruk saja. Namun, Riga terus memaksanya menceritakan semua hal yang ia ketahui tentang Rainne dan apa saja yang terjadi pada gadis itu tanpa terkecuali. Dhirendra tidak bisa menolak, meskipun sebenarnya ia ingin memilih diam saja.

"Lo mau gimana sekarang?"

"Gue bahkan udah enggak punya tenaga buat hajar Angkasa, Ndra."

Dhirendra mendesah dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Ia hanya menceritakan apa yang ia ketahui, tapi sebenernya hal itu juga ia tidak tahu pasti. Siapa korbannya. Siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hubungan Rainne dan Angkasa. Namun, Riga tetap konsisten berada di pihak Rainne. Semisalpun memang gadis itu yang salah dan Angkasa korbannya. Kemarahannya pada Angkasa karena sahabatnya itu telah melukai seseorang yang selama ini ia jaga, tidak peduli alasan Angkasa berbuat begitu karena apa, Dhirendra tahu dan mengerti itu.

Dhirendra melirik jam dinding dan segera bangkit berdiri. Ia harus pergi sekarang.

"Gue balik dulu, Ga. Bae-bae lu," ujar Dhirendra.

"Sana lu balik," sahut Riga malas.

Keluar dari kamar rawat Riga, Dhirendra tersentak kaget karena melihat Rainne yang kebetulan lewat. Kekagetan Dhirendra itu membuat Rainne menoleh heran padanya.

"Ngapain lo di sini? Mau jenguk Riga?" tanya Dhirendra kepo.

"Dih? Orang gue cuma lewat," katanya jujur. Karena memang faktanya ia baru saja melihat kondisi papanya. Lagi pula, ia tidak tahu Riga masih di rumah sakit, juga ... ia tidak seakrab itu dengan Riga sampai menjenguknya segala.

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now