20. No regrets!

183 95 436
                                    

Penyesalan itu datangnya di akhir. Kalau di awal namanya pendaftaran, ngab!

- blablabla.

Happy Reading!








"Will you marry me?"

Bisikan, ajakan, lamaran, perkataan Azriel masih terngiang-ngiang di kepala Khanza. Membuatnya susah tidur semalaman.

"Njirr! Gue kenapa?" Rutuk Khanza.

Memilih turun dari ranjang untuk ke kamar mandi. Setelah itu, mulai melakukan aktivitas paginya yaitu, menyapu lantai, memasak, memandikan Karen serta menyiapkan bekalnya.

Itu sudah menjadi rutinitas pagi Khanza setiap harinya. Bukan karena sejak kehadiran Karen namun, itu sudah biasa dia lakukan sejak kecil karena orangtuanya selalu mengajarkannya mandiri dan disiplin.

Selesai menyapu, Khanza mulai beranjak menuju dapur.

"Gue masak apa ya? Capcai aja lah. Baik untuk kesehatan Karen di masa pertumbuhan ini." Monolog Khanza.

Menyiapkan bahan masakan yang tersedia di kulkas berupa: Sawi, wortel, kentang, buncis dan tambahan bakso untuk menambah kenikmatan. Lalu, tangan lentik Khanza mulai bergerak memotong sayuran tersebut hingga memasaknya matang.

Tepat pukul 05.45 WITA, Khanza menyelesaikan masakannya dan hanya menunggu nasi yang matang. Lalu dia beralih menuju kamar Karen.

Cklek!


"Masyaallah! Karen, wake up!"

Si empu yang dipanggil hanya menggeliat kecil. Mengabaikan teriakan mami untuk bangun adalah hal yang istimewa baginya.

"Yaudahlah, mami tinggal. Biarin kamu dirumah sendirian. Nanti mami maen aja ke rumah Tante Moza, terus mami sayang-sayang deh Zain-nya," ucap Khanza santai namun berdampak buruk bagi Karen.

Bocah tiga tahun setengah yang tiga bulan lagi nambah dua tahun kata Karen, itu mulai membuka matanya dan hendak beranjak dari kasur namun, urung karena teguran Khanza.

"Jangan langsung berdiri, nanti pusing!"

Mengangguk, lalu mulai duduk dengan kaki menjuntai ke bawah. Tangan kanannya digunakan untuk mengucek matanya perlahan.

Khanza yang sedari tadi berdiri di depan pintu pun mulai mendekat ke jendela kamar. Menyibak horden yang menutupi cahaya matahari itu. Lalu mulai menuntun Karen memasuki kamar mandi.

"Mami, papi kemalin kenapa gak bilang Karen pulang? Eh?" Tangan kecil itu menggaruk pipinya yang tak gatal. Sepertinya, dia bingung sendiri dengan ucapannya.

Khanza terkekeh kecil dengan tangan yang masih bertugas memakaikan baju seragam  TK Karen. "Makanya, kalau guru jelasin itu didengerin. Jangan sok jagoan di sekolah," omel Khanza.

"Iiiihhh... Mami! Bukan sok, emang benel. Kalen lho diciumin ma gulu telus. Bilang ganteng juga."

"Dih, narsis banget, " cibir Khanza.

AZRIEL Where stories live. Discover now