The Devil Named Juana

15 0 0
                                    

Pagi itu bukan pagi yang biasa buat Dika. Dia bangun dengan perasaan tak karuan, berharap apa yang terjadi kemarin adalah mimpi. Dia telah menandatangani perjanjian dengan iblis. Dia merasa aneh saat mengenakan setelan kerja, mematut dirinya di cermin dan dia berusaha menenangkan dirinya sendiri bahwa ini tidak terlalu buruk buatnya.

Akhirnya dia sampai di kantor Juana dengan motor kesayangannya. Tidak seperti yang dikiranya, Juana sepertinya lebih butuh jongos ketimbang penerus perusahaan. Dia menyuruh Dika untuk hadir di meeting kemudian memberinya tugas untuk mencatat semua hasil meeting sementara Mitha assistantnya sendiri duduk manis di sampingnya seperti bos kecil.

"Dia itu Dika Rivaldi Pangestu, cucu saya!" semua peserta meeting memandang pada Dika, Dika yakin sebagian besar mereka tahu siapa dia, wajahnya muncul di berita dua tahun lalu karena masuk penjara setelah selesai memukuli pacarnya. "Dia kesini akan bantu saya sebagai bagian dari timnya Mitha.. Pasti kalian berpikir bahwa anak bau kencur ini, saya bawa kesini buat menggantikan posisi saya karena belakangan saya sering sakit. Tidak! Seseorang yang mau duduk disini, harus merangkak lebih dulu dari bawah!" Sial!! Juana memperlakukannya dengan tidak hormat, semua mata mencibirnya seolah dia anak yang haus pada harta warisannya Juana saja. Dika berdecak kesal seraya hendak beranjak namun gagal karena Mitha berdiri di dekatnya dan mendorong bahunya supaya tetap duduk.

Dika berusaha mengikuti meeting membosankan dengan materi yang sama sekali tidak dia kuasai, dia hanya bisa mencatat dengan cepat di atas notesnya. Biasanya ini pekerjaan yang dilakukan Mitha dengan memakai laptopnya. Berhubung dia tidak mahir memakai laptop, terpaksa dia memakai notes untuk mencatat. Siall!! Dia lebih suka berkeringat di lapangan ketimbang bermanja di bawah ac seperti ini tapi dengan pikiran yang melayang kemana-mana.

Tiba-tiba pintu ruang meeting terbuka lebar disana dan seorang perempuan jalan buru-buru dengan ekspresi marah. Dika terperanjat di tempat duduknya. "Ibu??" "Didi, ibu mau bicara sama kamu! Apa-apaan kamu, kenapa bisa-bisanya kamu batalin semua kontrak kamu dengan klub kamu tanpa sepengetahuan ibu! Dan apa ini, kenapa kamu ada disini??" Juana mencebik kesal. "Tetap saja, kamu tidak tahu malu! Kamu tahu ini rapat penting dan kamu seenaknya mengintrupsi?" umpat Juana kesal. Juana terpaksa membatalkan rapat.

"Ma.. Mama yang suruh Didi kerja disini ya? Mama bukankah sudah jelas kalau Didi sekarang sibuk meniti karir basketnya, kenapa Mama masih saja menganggu hidup Didi?" cerocos Bianca panjang lebar pada mantan mertuanya itu. Juana hanya terdiam, dagunya memberi isyarat pada Dika. Dika menghela nafas panjang sebelum mulai berdusta pada ibunya. "Semua keinginanku ibu, aku yang meminta supaya Oma memperkerjakanku disini.." seketika jawaban itu membuat Bianc murka. Dipandangnya lekat-lekat anak lelakinya itu dengan pandangan tak percaya.

"Kamu ini kenapa? Kamu sendiri yang bilang kalau kamu mau lepas dari nama Pangestu supaya kamu bisa kejar mimpi kamu bahkan untuk memiliki gadis impianmu itu! Apa sekarang kamu ragu? Apa harta sudah mulai membuat kamu silau? Kamu tahu pada siapa kamu akan mengabdi? Dia memang oma kamu tapi dia tidak lebih dari iblis!"
"Bianca!! Jaga ucapan kamu!! Pergi sekarang atau saya suruh satpam usir kamu.." maki Juana tidak terima dirinya disamakan dengan iblis.

"Kamu sudah dengar sendiri dari mulut Didi, dia yang ingin bergabung disini. Mungkin saja uang yang dihasilkannya dari main basket tidak bisa membuat dia mendapatkan gadis impiannya itu? Perempuan waras juga akan lebih memilih penerus perusahaan ketimbang atlet tidak laku.. Bukannya kamu dulu sama saja? Memilih Rudi anak orang kaya ketimbang Wisnu yang waktu itu gembel dengan embel-embel produser.." kalimat pedas itu meluncur begitu saja dari Juana. Dika menggeram kesal, dia tidak tega melihat wajah pias ibunya. Dihampirinya ibunya itu dan dipegangnya kedua pipi ibunya yang memerah menahan amarah.

"Ibu, aku akan baik-baik saja, ibu jangan cemas..aku akan mengunjungi ibu nanti.." gumam Dika. Bianca menatapnya dengan tatapan nanar dan mata berkaca-kaca. Sungguh dia tidak tega melihat perempuan yang sudah melahirkannya itu kembali terluka gara-gara dia. Kemudian pintu terbuka di belakang mereka dan sosok pria yang diharapkan Dika datang. Pria itu membelah ruangan dengan langkah cepat dan langsung merangkul pundak Bianca. "Bi, ayo pulang!" bisik Wisnu di telinga Bianca. "Aku belum selesai dengan Didi" ucap Bianca dengan nada bergetar. "Tolong ibu pulang sama bapak. Nanti kalau sempat, aku telepon.." bisik Dika, untuk pertama kalinya memanggil Wisnu, bapak. Wisnu termenung sesaat, kemudian menggandeng Bianca keluar ruangan.

Red LipsWhere stories live. Discover now