Ibu

31 1 0
                                    

Siang itu, matahari sangat terik menyentuh kulit ketika gadis itu datang ke kantor polisi tempat Dika ditahan sementara.

Kehadirannya sedikit membuat heboh. Karena siapa tidak suka memandang wajah cantiknya meski sekarang wajahnya belum sepenuhnya pulih dari luka bekas penganiayaan yang baru saja dialaminya. Gadis itu duduk dengan anggun, berbalut gaun sederhana, gadis itu tetap mengejutkan sekaligus membuat Dika terpana.

"Kamu kesini?" sapa Dika perlahan.

"Iya... Dan setahuku kamu tidak mau menemui siapapun.."

"Kamu perkecualian tentu saja.. " jawab Dika tetap dengan sikap tengilnya. Perhatian Devi jatuh pada bekas luka di pelipis Dika. Bekas luka yang cukup dalam.

"Aku tahu...aku hanya mau sampaikan kalau aku tidak akan menuntut apapun soal penganiayaan ini.. Jadi sebaiknya kamu selesaikan baik-baik dan cepat keluar dari sini. Aku tidak tahan melihat ibumu sedih" ujar Devi dengan nada datar.

Dika tertawa sumbang.
"Persetan dengan ibu. Yang diingini perempuan itu cuma supaya aku setuju membatalkan perjanjiannya dengan ayah jadi dia bebas menikah dengan Wisnu!"

Devi mendengus kasar. "Ternyata kamu belum juga sadar akan kesalahanmu. Aku menyesal kesini.." gadis itu berdiri dan hendak berlalu.

"Devi... buat apa kamu capek-capek belain ibu haa? Bukannya kamu suka dengan Wisnu?"

Gadis itu berputar kembali dan menatap lurus ke arah Dika. Tatapannya nampak lugas mengintimidasi Dika.

"Seorang teman berkata padaku. Jika kamu memang menyayangi seseorang maka kamu akan benar-benar memikirkan kebahagiaannya, kamu tidak akan punya waktu untuk menjadi egois!"

Dika membuang muka dan tidak mau membalas tatapan gadis yang berdiri di depannya. Kalimat klise yang sering didengarnya itu tiba-tiba mengintimidasinya.. Mengingatkan dia pada kenangan tentang ibunya. Ibu yang begitu dekat dengannya hingga akhirnya dia sendiri yang mundur perlahan karena rasa benci yang mulai tumbuh subur seiring perkataan pahit yang tiap hari dia dengar dari Omanya. Saat ini dia tiba-tiba meragukan kebenaran pemikirannya itu..

"Ada tamu satu orang lagi yang ingin bertemu kamu.. " tiba-tiba petugas polisi menahan dia beranjak dari tempatnya.
Seorang sudah datang, rupanya orang utusan Omanya. Seorang pengacara yang diutus untuk membebaskannya.

"Om Heru.. "
"Didi.. Saya diminta bu Juana kesini. Saya akan mendampingi kamu selama proses persidangan nanti.. Jadi jangan khawatir, saya akan pastikan kamu lekas bebas!"
"Om Heru.. "
"Ya.. "
"Saya tidak mau didampingi.. "
"Apa? Dengar, oma sangat menyayangi kamu, dia tidak mau cucu kesayangannya membusuk di penjara. Bu Juana sudah siapkan kamu untuk sekolah di luar negeri dan jika kamu mau bekerja, perusahaan bu Juana terbuka buat kamu.. "
Dika hanya mendengus kasar mendengar janji pengacara itu.
"Ibu kamu apa sudah kesini? Dengar, dia tidak menyayangi kamu, buktinya dia tidak disini, jadi lebih baik kamu menuruti kata-kata Om.. "
"Sudah! Saya lelah.. " Dika memberi kode ke penjaga kalau dia tidak mau belama-lama dengan tamunya.

Dika kembali ke balik jeruji. Memandangi kesibukan para petugas polisi yang lalu lalang di depaannya sembari mengurut kembali kenangan demi kenangan yang bertabrakan di kepalanya. Kenangan indah sekaligus pedih setiap dia menyebut nama ibu..
"Ibumu tidak pernah menyerah padamu.. " kata Devi saat itu terngiang di telinganya. Sesungguhnya egonya ingin mengembalikan dirinya ke masa kecil dimana semua masih utuh di tempatnya. Sekelebatan ingatan tiba-tiba masuk, saat tangan kecilnya digenggam oleh kedua orang tuanya. Saat dia mendongak ke atas dan menemui orang tuanya saling berpandangan dengan tatapan penuh cinta.

"Apa lo maksud ibu lo harus bertahan dengan pernikahannya yang seperti neraka.. Lo benar-benar egois seperti ayah lo.. " Ucapan Devi menghempas dia pada kenyataan yang masih dia ragukan. Ibu nampak bahagia dengan ayah.. Ayah tidak mungkin sejahat itu, pasti karena laki-laki itu. Selayaknya dia benci laki-laki itu. Dika kembali mendesah panjang.... Saat menyadari tangannya yang penuh bekas luka, dia sudah menyakiti Devi karena cemburu.
Apa itu juga yang dialami ayahnya saat akhirnya melukai ibunya? Karena laki-laki itu?
Ingatan baru datang, ketika ibunya diseret ayahnya karena tahu ibu pulang malam dari sebuah syuting film.

Red LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang